- Beberapa laporan menemukan bahwa rencana pemerintah Indonesia untuk membangun perkebunan pertanian skala besar di seluruh negeri telah menyebabkan deforestasi.
- 1.500 hektar (3.700 hektar) hutan, termasuk lahan gambut kaya karbon, telah dibuka di provinsi Kalimantan Tengah untuk apa yang disebut proyek food estate, menurut analisis spasial oleh LSM Pantau Gambut.
- Tahun lalu, LSM Kaom Telapak menemukan 100 hektar (250 hektar) deforestasi di area perkebunan pangan di Sumatera Utara.
- Penduduk desa yang termasuk dalam proyek melaporkan bahwa intensitas banjir meningkat karena hutan dibuka untuk dijadikan kebun pangan.
JAKARTA – Ketika Indonesia memulai proyek mega-padi pada pertengahan 1990-an, membuka lahan hutan yang luas untuk lahan pertanian, sebagian besar di lahan gambut Kalimantan, rencana tersebut harus ditinggalkan ketika diketahui bahwa tanah gambut yang kaya karbon ternyata miskin. Tuan rumah untuk budidaya padi.
Maju cepat ke hari ini, dan pemerintah mengulangi omong kosong yang sama berulang kali dengan proyek “food estate”, menurut banyak laporan tentang hilangnya hutan yang terkait dengan proyek tersebut.
Laporan menunjukkan bahwa program pemerintah Indonesia untuk membangun perkebunan skala besar di seluruh negeri telah mengakibatkan hilangnya hutan, termasuk tanah yang rapuh.
Baru baru ini Analisis spasial Melalui Peatland Watchdog Pantau Gambut menemukan 1.500 hektar (3.700 hektar) hutan yang dibuka di provinsi Kalimantan Tengah Kalimantan. Kehilangan hutan terbesar ditemukan di desa Tewai Baru di kabupaten Gunung Mas, di mana 700 hektar (1.730 hektar) hutan dibuka untuk perkebunan singkong di bawah skema perkebunan pangan.
Ini sesuai dengan analisis lain oleh Greenpeace Indonesia pada tahun 2022 yang menemukan 760 hektar (1.880 hektar) hutan telah dihancurkan di Gunung Mas sejak November 2020.
Deforestasi juga terjadi di bagian utara pulau Sumatera untuk proyek kebun pangan. A Penyelidikan LSM Kaom Telapak menemukan deforestasi di desa Ulu Mera di provinsi Sumatera Utara pada Juli 2022 dengan rencana untuk membuka lahan seluas 500 hektar (1.240 hektar).
Analisis spasial menggunakan data dari Global Forest Watch menemukan bahwa setidaknya 100 hektar (250 acre) hutan telah dibuka pada September 2022.
Menurut Khaom Telpak, hutan di wilayah ini merupakan rumah bagi spesies yang dilindungi seperti Harimau Sumatera (Panthera tigris sondaica) dan beruang madu (Helarctos malayanus)
‘Siapa yang tidak akan marah? Hutan telah dihancurkan’
Rangab, yang tinggal di desa Dewai Baru, mengatakan hutan yang dibuka di sana sangat berarti bagi komunitas suku Dayaknya. Hutan menyediakan kayu yang mereka gunakan untuk membangun rumah mereka, babi dan kelinci yang mereka buru untuk dimakan, dan tumbuh-tumbuhan yang dikumpulkan untuk pengobatan tradisional.
“Kami orang Dayak dulu ke sana. Sekarang terlihat seperti stadion. Siapa yang tidak akan marah? ” kutip Rangup BBC Indonesia. “Hutan telah dihancurkan. Tidak ada tapioka [to be harvested]. Siapa yang menderita? Rakyatlah yang menderita.”
Penduduk desa lainnya, Ebel Luns, 69, mengatakan tanahnya diubah menjadi perkebunan pertanian di bawah Proyek Kebun Pangan tanpa izinnya.
“Lahan saya sekitar 3 hektar [7.4 acres]Termasuk dalam rencana itu, langsung digarap oleh mereka tanpa ada koordinasi [with me],” Dia dikatakan Dikutip dari Pantau Gambut. “Bahkan tidak ada kompensasi apapun.”
Sejak pembukaan hutan, intensitas banjir di desa tersebut meningkat, kata Kepala Desa Dewai Bharu, Siko. Di masa lalu, air banjir dibatasi maksimal 50 sentimeter (20 inci). Tapi sekarang banjirnya tiga kali lipat.
Dian Noel, seorang warga desa tepi sungai, mengatakan rumahnya kebanjiran setelah hujan lebat selama dua jam.
“Banjir ini merugikan kami,” katanya. “Apalagi kalau banjir di malam hari. Saat itu waktu tidur, tetapi air datang.
Dion dan yang lainnya menyerukan reboisasi.
Menurut Greenpeace Indonesia, yang juga menyelidiki proyek kebun pangan di Tewai Baru, banjir meningkat karena hilangnya vegetasi di daerah yang baru dibuka, yang menyebabkan limpasan air hujan yang cepat karena hilangnya humus berpasir.
Masalahnya meluas ke lahan basah dan akuifer terdekat, di mana kombinasi sedimen kasar dan kayu gelondongan dari area yang dibuka menyumbat aliran air dan memperburuk banjir.
Hutan yang dibuka untuk perkebunan singkong juga menjadi rumah bagi orangutan Kalimantan (Bongo Pygmaeus), menurut Bayu Herinata, Direktur Walhi Kalimantan Tengah. Kera besar diklasifikasikan sebagai sangat terancam punah dalam Daftar Merah IUCN, dan antara tahun 1999 dan 2015 hampir 150.000 orangutan Kalimantan mati akibat deforestasi dan pembunuhan.
“Di sana [the cleared area] Ini adalah salah satu kawasan hutan yang baik dan merupakan koridor bagi orangutan. dikatakan Seperti dikutip BBC Indonesia.
Pantau Gambut Juga ditemukan Dewai Bharu telah dicanangkan untuk program hutan kemasyarakatan pemerintah sejak 2019, artinya hutan di sana harus dibiarkan utuh untuk dikelola masyarakat.
Proyek Hutan Kemasyarakatan adalah salah satu eksperimen lingkungan sosial terbesar yang ditujukan untuk merealokasi 12,7 juta hektar (31,4 juta hektar) hutan negara kepada masyarakat lokal dan memberi mereka kapasitas legal untuk mengelola hutan mereka.
Fakta bahwa rencana food estate tumpang tindih dengan peta hutan kemasyarakatan berarti mengancam hak tanah masyarakat lokal, kata manajer penelitian Pantau Gambut Agiel Prakoso.
“Pertanyaannya, apa yang akan diprioritaskan oleh pemerintah? [Because] Program hutan kemasyarakatan juga menjadi prioritas pemerintah,” katanya kepada Mongabay.
Membersihkan lahan gambut ‘larang pergi’
Analisis Pantau Gambut menemukan bahwa proyek kebun pangan merusak lahan gambut, meskipun pemerintah berjanji bahwa proyek tersebut akan melestarikan dan melindungi ekosistem vital ini.
Mengingat pentingnya peran lahan gambut dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, para pencinta lingkungan menandai hal ini sebagai perhatian khusus. Gambut Store, hektar demi hektar 20 kali lebih banyak karbon daripada hutan hujan tropis atau tanah mineral, dan rumah bagi orang kaya Keanekaragaman hayati.
World Resources Institute (WRI) Indonesia dikatakan Perencanaan food estate harus menghindari area yang lebih dalam dari 1 meter (3 kaki), karena ini merupakan penyerap karbon yang serius dan kurang cocok untuk budidaya tanaman. Disarankan juga untuk menjauh dari lahan gambut dengan hutan primer dan sekunder, karena vegetasi tersebut dapat dibersihkan dengan pembukaan lahan. 62,25 metrik ton CO2 per hektar per tahun, yang setara dengan lebih banyak pembakaran 26.000 liter bahan bakar.
Proyek food estate juga perlu menghindari lahan gambut yang telah ditetapkan pemerintah sebagai kawasan lindung, kata WRI Indonesia. Semua jenis lahan gambut ini harus menjadi “zona terlarang” untuk proyek tersebut, katanya.
Namun, analisis spasial Pantau Gambut menggunakan data peringatan GLAD GFW menemukan 233 hektar (576 hektar) hutan hilang di kawasan gambut yang “tidak boleh dibuka” di dua desa dari Januari hingga Oktober 2022. Analisis menunjukkan bahwa hal ini disebabkan oleh program food garden. Desa Bilang memiliki 137 hektar (339 hektar) rawa gambut sekunder, dan 96 hektar (237 hektar) hutan lindung dengan lapisan gambut sedalam 2–3 m (6–10 kaki).
Sementara deforestasi di desa lain tidak tumpang tindih dengan “zona larangan pergi”, itu masih terjadi di daerah yang merupakan bagian dari lahan gambut yang lebih luas, kata Agiel dari Pantau Gambut.
“Bahkan jika pemerintah mengatakan demikian [food estate program] Secara keseluruhan tidak di Lahan Gambut [landscape] Daerah aliran sungai dan lahan gambut berada di dalam hidrologi sehingga masih terhubung,” ujarnya.
Kementerian Pertanian, yang bertanggung jawab atas beberapa kebun pangan, membantah tuduhan penggundulan hutan. Direktur Penyuluhan Lahan Kementan Baginda Siakian mengatakan, proyek kebun pangan di Kalteng yang dikerjakan Kementan sudah dalam perencanaan matang. Dia mengatakan pemerintah telah mengganti beberapa peta untuk memastikan bahwa ekosistem yang rentan dan terlindungi seperti kawasan hutan, kubah bit dan lahan gambut dalam tidak termasuk dalam area yang ditargetkan oleh skema food estate.
“Oleh karena itu, operasi food estate tidak mengganggu ekosistem alam dan tidak menyebabkan deforestasi,” kata Baginda kepada Mongabay.
Apakah programnya gagal?
Adrianus Erian, kepala kehutanan dan pertanahan di Indonesian Environmental Law Center (ICEL) yang berbasis di Jakarta, mengatakan akuntabilitas diperlukan untuk memulihkan bentang alam yang terdegradasi. Pertanyaan tentang siapa yang harus bertanggung jawab sangat penting karena program food estate menunjukkan tanda-tanda kegagalan, katanya.
Investigasi Pantau Gambut, Walhi Kalimantan Tengah dan BBC Indonesia pada Maret 2022 dan Februari 2023 menemukan bahwa perkebunan singkong di desa Tewai Baru layu, tanaman kerdil dan umbinya rendah. Tujuh penggalian yang ditinggalkan dalam penyelidikan tidak lagi beroperasi.
Yang lainnya Penyelidikan, oleh Kaoem Telapak, menemukan bahwa separuh petak kebun pangan di desa Ria-Ria di provinsi Sumatera Utara telah ditinggalkan tahun lalu. Khaom Telapak mengaitkan hal ini dengan berbagai masalah teknis, petani tidak memiliki cukup waktu untuk menanam tanaman kentang dan jagung untuk memenuhi batas waktu panen yang ditetapkan pemerintah.
Petani lokal mengatakan kepada Khaom Telpak bahwa pemerintah telah membangun saluran irigasi sembarangan dan akibatnya, banyak dari mereka sekarang tidak berfungsi.
“Jika lahan food estate tidak memberikan manfaat maksimal – [or are] Dianggap gagal berdasarkan berbagai kriteria – maka proyek tersebut perlu dievaluasi kembali,” Adrianus dari ICEL menulis Dalam percakapan. “Pemegang izin harus mengembalikan lahan yang gagal untuk mengubahnya menjadi hutan dengan manfaat ekologis yang lebih tinggi. Masyarakat sekitar dapat mengelola lahan terlantar untuk mendukung mata pencaharian mereka.
Baginda kembali membantah tudingan bahwa proyek itu gagal.
“Berdasarkan data yang kami kumpulkan dari lapangan, operasi di medan ekstrim [which are targeted for increased yields] “Dikelola oleh para petani, diperoleh hasil produksi yang baik,” ujarnya.
Gambar spanduk: Area yang dibuka untuk perkebunan singkong sebagai bagian dari proyek kebun pangan di desa Dewai Baru, kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Gambar milik Walhi Kalimantan Tengah.
Komentar: Gunakan Format ini Kirim pesan ke penulis posting ini. Jika Anda ingin memposting komentar publik, Anda dapat melakukannya di bagian bawah halaman.
“Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert.”