R. Hudama Vardhana (Jakarta Post)
Premium
Jakarta
Selasa, 15 Februari 2022
Epidemi C0VID-19 telah mengubah perilaku manusia. Orang takut untuk membuat keputusan karena mereka terlalu khawatir tentang masa depan. Namun, tidak mengambil keputusan hanya akan memperburuk bisnis dan ekonomi. Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global diproyeksikan melambat menjadi 4,9 persen pada tahun 2020, dan Dana Moneter Internasional memperkirakan bahwa pertumbuhan PDB akan 3,2 persen lebih tinggi dari perkiraan pra-epidemi.
Tapi bisakah kita membayangkan apa yang bisa lebih buruk daripada epidemi bagi perekonomian? Perubahan iklim dan bencana alam. Di bawah jalan saat ini, Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan bahwa ekonomi dunia akan 11-14 persen lebih lemah pada pertengahan abad ini daripada dunia tanpa perubahan iklim. Seperti halnya epidemi, perubahan iklim bukanlah masalah yurisdiksi atau kelompok negara. Semua negara, baik yang maju, berpenghasilan rendah atau berpenghasilan rendah, harus menghadapi tantangan ini.
Kabar baiknya adalah bahwa komitmen global telah dibuat untuk mengatasi masalah ini melalui tujuan akhir Perjanjian Paris dan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Keduanya telah menunjukkan tujuan ambisius untuk mencapai emisi gas rumah kaca (GRK) rendah selama periode waktu yang teratur.
Baca cerita lengkapnya
BERLANGGANAN SEKARANG
Rp 55.000 / bulan ke atas
- Akses tak terbatas ke konten web dan aplikasi kami
- Surat Kabar Digital Harian E-Post
- Tidak ada iklan, tidak ada interupsi
- Akses khusus ke acara dan program kami
- Berlangganan buletin kami
“Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert.”