KabarTotabuan.com

Memperbarui berita utama dari sumber Indonesia dan global

Biaya perawatan kesehatan membuat orang Indonesia keluar dari kantong
Top News

Biaya perawatan kesehatan membuat orang Indonesia keluar dari kantong

Penulis: Dharmawan Prasetya dan Eka Afrina, Pusat Penelitian Kesehatan Prakarsa

Pada Juli 2022, pemerintah Indonesia memperkenalkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di banyak rumah sakit di seluruh negeri. Sistem tersebut mencakup pengaturan fasilitas kamar yang akan meningkatkan standar, keamanan dan kenyamanan pelayanan kesehatan.

Saat ini Berbasis kelas tiga tingkat Sistem yang membagi perawatan kesehatan menjadi tiga kelas dengan premi bulanan yang berbeda-beda yang menentukan bangsal yang didapat pasien – akan dihapus. Kontribusi bulanan untuk anggota kelas pertama dan kedua Jaminan Kecehadan Nasional (JKN), Skema Jaminan Kesehatan Nasional Indonesia juga akan dipangkas.

Dengan tujuan mencapai cakupan kesehatan universal, pengenalan sistem standar terlihat menjanjikan. Namun perubahan ini hanya menggores permukaan saja, karena KRIS terutama berfokus pada fasilitas kesehatan. Untuk mencapai pemerataan kesehatan, pemerintah perlu mengatasi masalah utama – tingginya biaya kesehatan (OOP). Pengeluaran OOP Indonesia menurut standar internasional dan jauh lebih tinggi daripada negara-negara lain di kawasan ini.

Belanja OOP Indonesia menyumbang 34,76 persen dari total belanja kesehatan tahun 2019. Persentase ini lebih tinggi dari maksimum yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20 persen. Pengeluaran kesehatan per kapita Indonesia juga lebih rendah dibandingkan negara-negara dengan pendapatan nasional per kapita yang jauh lebih rendah seperti Kamboja, Myanmar dan Laos. Rata-rata pengeluaran kesehatan OOP di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah pada tahun 2019 adalah 35,25 persen. OOP Indonesia Angka tersebut sedikit lebih tinggi dari angka tersebut dan masih jauh dari rata-rata 13,26 persen di antara negara-negara maju.

Biaya obat dan pelayanan kesehatan merupakan kontributor utama tingginya OOP di Indonesia. Misalnya, meski JKN menanggung biaya pengobatan bagi penyandang disabilitas intelektual, masih ada kendala dalam mengakses obat yang tepat.

READ  Informasi Gempa: Light Mac. 4.3 Gempa

JKN jarang menutupi biaya obat secara penuh. Dalam beberapa kasus, JKN hanya menyediakan obat-obatan untuk seminggu atau dua minggu. JKN umumnya menutupi biaya obat yang lebih murah dengan efek samping yang lebih banyak, sedangkan obat yang lebih mahal dengan efek samping yang lebih ringan tidak ditanggung atau hanya ditanggung sebagian.

Penantian yang lama untuk perawatan terus menghalangi akses ke perawatan medis yang layak. Pasien yang memerlukan pembedahan mungkin harus menunggu rata-rata antara dua minggu dan satu bulan. Ini berarti banyak anggota JKN memilih berobat di luar sistem JKN – memaksa mereka membayar OOP dan mengikis pendapatan dan tabungan mereka.

Alasan utama tingginya biaya OOP untuk obat dan layanan kesehatan adalah rendahnya angka Indonesia Case Base Groups (INACBG). Di bawah sistem JKN, rumah sakit dibayar berdasarkan jumlah rata-rata yang dikeluarkan untuk diagnosis atau prosedur klinis (rasio INACBG).

Banyak studi Mereka menemukan bahwa biaya praktik medis umumnya lebih tinggi daripada kapitasi (pembayaran tetap kepada dokter berdasarkan jumlah pasien) dan biaya INACBG. Masalahnya, tarif INACBG tidak berubah sejak 2016. Sumber daya yang terbatas ini berarti penyedia layanan kesehatan memiliki lebih sedikit sumber daya dan suplai medis, dan profesional kesehatan menerima gaji yang lebih rendah.

Pemerintah Indonesia saat ini sedang memperdebatkan tanggapan Kenaikan tarif INACBG Untuk mengatasi masalah defisit keuangan yang kronis. Tetapi meningkatkan tarif INACBG juga akan meningkatkan tingkat kapitalisasi dan pada akhirnya meningkatkan defisit Administrasi Asuransi Kesehatan Sosial saat ini.

Untuk memastikan kenaikan tarif INACBG tanpa meningkatkan biaya OOP untuk pasien, pemerintah harus meningkatkan pengeluaran kesehatannya. Biaya kesehatan di Indonesia tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara seperti China dan Thailand. Cina dan Thailand menghabiskan antara 3,5 dan 5 persen dari PDB tahunan mereka untuk perawatan kesehatan. Biaya perawatan kesehatan Itu hanya 2,9 persen dari PDB pada 2019. Jumlah ini tidak mencapai rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia. 5 persen hingga 2027.

READ  Indonesia membatalkan proyek infrastruktur perikanan di Maluku di tengah kekurangan dana

Penerapan sistem KRIS tampaknya menjadi cara yang menjanjikan untuk mencapai akses yang sama ke perawatan kesehatan, karena menghilangkan perawatan terpisah untuk pasien yang menggunakan sistem asuransi sosial. Namun sistem hanya menilai fasilitas kamar dan fasilitas untuk perawatan rawat inap, bukan rawat jalan. Indonesia masih perlu mengatasi pengeluaran OOP yang tinggi dan defisit kesehatan. Pengeluaran kesehatan harus dilihat sebagai investasi jangka panjang dalam sumber daya manusia.

Pemerintah Indonesia harus menjamin pemerataan akses pelayanan kesehatan bagi semua orang tanpa memandang status sosial ekonomi mereka. Pasien harus menerima intervensi kesehatan yang diperlukan berdasarkan kebutuhan kesehatan mereka, bukan kemampuan mereka untuk membayar. Hal ini akan mengurangi kesenjangan kesehatan dan menjadi langkah signifikan menuju jaminan kesehatan universal di Indonesia.

Dharmavan Prasetya adalah Pejabat Kebijakan Sosial di Prakarsa Pusat Studi Kesehatan, Jakarta.

Eka Afrina adalah Manajer Riset dan Pengetahuan di Prakarsa Pusat Studi Kesehatan, Jakarta.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

"Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert."