JAKARTA (Reuters) – Indonesia telah memperkenalkan aturan baru tentang perdagangan karbon untuk menciptakan mekanisme pasar guna membantu memenuhi target pengurangan gas rumah kaca pada tahun 2030, menurut salinan peraturan yang dilihat oleh Reuters.
Presiden Joko Widodo menandatangani peraturan, yang disebut “nilai ekonomi karbon” sebelum konferensi COP26 di Glasgow, menurut dokumen itu, yang belum dipublikasikan. Dokumen tersebut telah disahkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Peraturan tersebut memperkenalkan pembayaran berbasis hasil, untuk inisiatif yang mengarah pada pengurangan karbon, sebagai alat dalam mekanisme perdagangan karbon, selain pajak karbon yang disahkan oleh parlemen Indonesia bulan lalu.
Perdagangan karbon akan memiliki sistem cap-and-trade di mana tingkat polusi dibatasi dan kelonggaran dapat diperdagangkan oleh badan usaha di dalam negeri dan lintas batas.
Peraturan tersebut menyerukan pembentukan bursa untuk memfasilitasi perdagangan.
Para pejabat mengatakan pasar karbon penuh kemungkinan akan beroperasi pada 2025, tetapi pajak karbon akan mulai April depan untuk tingkat polusi di atas batas pada tingkat 30.000 rupee ($ 2,09) per ton setara karbon dioksida untuk pembangkit listrik tenaga batu bara.
Untuk dapat menetapkan batas untuk setiap sektor, pemerintah harus menghitung dan melaporkan jumlah gas rumah kaca yang dikeluarkan Indonesia setiap tahun untuk menilainya terhadap tingkat emisi dasar dan tujuan negara.
Ini akan menjadi peta jalan Jakarta untuk mencapai janjinya untuk mengurangi emisi sebesar 29% dari bisnis seperti biasa pada tahun 2030 melalui upaya sendiri, atau hingga 41% dengan bantuan internasional dalam pembiayaan dan teknologi, menurut peraturan tersebut.
Dia mengatakan sektor-sektor yang harus bertindak untuk mitigasi perubahan iklim termasuk energi, transportasi, pengelolaan limbah, manufaktur, pertanian dan kehutanan.
Peraturan tersebut juga memberikan kewenangan kepada pihak berwenang untuk menginventarisasi potensi dampak perubahan iklim di 17.000 pulau kepulauan, guna menghasilkan kebijakan adaptasi iklim yang lebih baik.
(dolar = 14.345.000 rupee)
(Laporan oleh Gayatri Soroyo dan Bernadette Christina Munthe; Disunting oleh Martin Petty)