Petaling Jaya: Axiata Group BhdUnit Indonesia PT XL Axiata Tbk mengalahkan ekspektasi pendapatan pada kuartal pertama tahun 2024, menurut penelitian Hong Leong Investment Bank Bhd (HLIB).
XL menghasilkan pendapatan inti sebesar Rs 547 miliar, yang merupakan 34% dari perkiraan setahun penuh, kata lembaga riset tersebut.
HLIB Research mengatakan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) yang lebih kuat dari perkiraan dan tarif pajak yang lebih rendah dari perkiraan berkontribusi terhadap hasil positif.
Secara triwulanan, penjualannya tetap datar di angka Rs 8,4 triliun karena ekspansi layanan data dan digital diimbangi oleh lemahnya layanan lainnya.
Pendapatan data dan layanan digital naik 2% menjadi Rp7,8 triliun dan menyumbang 93% dari total pendapatan Q1 2024, sementara margin EBITDA bertambah empat poin persentase sehingga menghasilkan peningkatan sebesar 8%.
Sedangkan untuk hasil year-on-year, peningkatan laba kotor sebesar 12% disebabkan oleh pertumbuhan pendapatan data sebesar 13%, sedangkan EBITDA tumbuh 24% menjadi Rp4,5 triliun.
Laba bersihnya meningkat sebesar 168% meskipun terjadi peningkatan tingkat depresiasi dan amortisasi.
Di sisi pelanggan, pendapatan rata-rata per pengguna (Arpu) prabayar dan pascabayar meningkat masing-masing menjadi Rs 43.000 dan Rs 89.000.
“Dengan cakupan yang lebih baik dan penawaran paket perangkat keras yang lebih terjangkau, pengguna data menghasilkan total lalu lintas sebesar 2.609 PB pada kuartal pertama tahun 2024 (Q1 2024), 3% secara triwulanan (QoQ), dan 18% secara tahunan (YoY ) dasar,” kata HLIB Research.
HLIB Research menambahkan grup telekomunikasi akan terus berinvestasi dengan tujuan menyediakan layanan internet berkualitas tinggi, khususnya dengan memperluas jangkauan 4G.
“Mereka menambahkan 135.000 node 4G setiap tahunnya sekaligus menghentikan jejak 3G.
“Hal ini menjadikan jumlah total BTS menjadi sekitar 163.000 dengan 62% lokasi diubah menjadi fiber dibandingkan 55% pada 1Q23,” katanya.
Ke depan, aktivitas korporasi potensial lainnya dapat membuka nilai termasuk pencatatan aset menara dan bisnis digital, kata HLIB Research, karena mereka memperkirakan belanja modalnya akan mencapai sekitar delapan triliun rupee pada FY24.
“Kami perkirakan pertumbuhan pendapatan akan mencapai satu digit dan margin EBITDA mencapai 50%.
“Kami yakin merger CelcomDigi akan memberikan keuntungan bagi Axiata dalam jangka panjang, namun risiko regulasi dan ekonomi masih menjadi perhatian.”
HLIB Research menegaskan kembali seruannya untuk “menahan” Axiata dengan target harga (TP) yang pasti sebesar RM2,71 karena kekuatannya dalam eksposur regional, yang dapat menawarkan potensi pertumbuhan yang baik.
Sementara itu, Kenanga Research mengatakan pihaknya akan mempertahankan seruannya untuk “mengungguli” grup tersebut dalam rencana deleveraging dan memperkuat neracanya seiring grup tersebut terus mengidentifikasi prospek pertumbuhan aset telekomunikasi dan menara digital di pasar negara berkembang.
Dia juga menambahkan bahwa grup tersebut memiliki prospek monetisasi aset yang kuat untuk edotco dan bisnis digitalnya.
Dalam catatannya, Kenanga Research menyebutkan laba tahun-ke-tahun PT XL Axiata Tbk meningkat tiga kali lipat seiring meningkatnya permintaan data, sementara itu juga didorong oleh penurunan biaya penjualan dan pemasaran karena membaiknya bauran saluran penjualan.
Meskipun ada sedikit kontraksi dalam pendapatan bersih QoQ, kerugian 20% Link Net berkurang lebih dari setengahnya menjadi Rs 110 miliar.
Singkatnya, tahun lalu di bulan Desember, XL Axiata dan Link Net mengalami transformasi struktural, kata lembaga penelitian tersebut.
Hal ini mencakup peralihan 750.000 pelanggan residensial Link Net ke XL, dan peluncuran tambahan 2 juta rumah baru oleh Link Net untuk XL.
“Hal ini sejalan dengan strategi penundaan Grup karena XL menjadi ServiceCo dan Link Net menjadi FiberCo.
“Sebagai ServiceCo, XL akan menawarkan konvergensi penawaran fixed dan mobile, sedangkan Link Net seperti FiberCo akan fokus mengirimkan delapan juta tiket rumah ke XL pada tahun 2026,” ujarnya.
“Kami juga mempertahankan jumlah bagian kami sebesar RM3.
“Risiko kami mencakup kuatnya dolar AS yang berdampak pada kinerja operator digitalnya di pasar terdepan, pendapatan dan penarikan arus kas dari ekspansi agresif Link Net, dan siklus belanja modal dari implementasi 5G yang akan segera terjadi di Indonesia,” tambahnya.
“Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert.”