Jakarta terus-menerus diserang air, dari atas dan bawah. Bulan lalu, 3 siswa tewas saat sekolah ambruk akibat hujan deras. Pada tahun 2020, banjir terburuk dalam satu dekade menewaskan puluhan orang dan membuat hampir 400.000 orang mengungsi. Dengan 13 sungai yang mengalirinya, ibu kota Indonesia ini selalu kebanjiran. Namun frekuensi dan intensitas banjir semakin meningkat. Sebagian kota tenggelam ke laut dengan kecepatan 25 cm (sepuluh inci) setiap tahun.
Kisah serupa juga terjadi di bagian lain Indonesia. Banjir membuat lebih dari 600.000 orang mengungsi di kepulauan itu tahun lalu. Bank Dunia telah memperingatkan bahwa 4,2 juta orang Indonesia dapat menghadapi risiko banjir permanen pada akhir abad ini. Selama musim kemarau, kekeringan menyebabkan kebakaran hutan, mengancam 94m hektar (230m acre) hutan Indonesia.
Namun negara yang terpapar bahaya perubahan iklim juga merupakan sarang penolakan iklim. Dalam jajak pendapat YouGov-Cambridge baru-baru ini, 13% orang Indonesia mengatakan perubahan iklim tidak disebabkan oleh manusia, lebih rendah dari proporsi di AS. Para imam Indonesia, bagian dari ordo Islam yang berpengaruh, ingin mengubah itu. Pada bulan Juli, perwakilan Islam terkemuka negara berkumpul di Masjid Istiklal di Jakarta untuk membentuk Kongres Muslim untuk Indonesia Berkelanjutan, sebuah forum untuk mengkoordinasikan kegiatan lingkungan Islam di antara ulama, guru, akademisi dan politisi.
Imam Besar Istiqlal, Nasruddin Omar, menyatakan kepada orang banyak bahwa masjid harus menjadi tempat yang “menghijaukan pikiran dan hati”. Dia mulai dengan memasang panel surya dan sistem daur ulang air di masjidnya sendiri. 1.000 masjid lainnya akan dilengkapi dengan panel surya dan meter energi pintar. Istiklal adalah bagian dari gerakan yang berkembang. Pada tahun 2018, Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia, meluncurkan serangkaian khotbah tentang sampah dan daur ulang. Organisasi terbesar kedua seperti itu, Muhammadiyah, mengembangkan program untuk melatih para imamnya menjadi “pengkhotbah ekologi”.
Majelis Ulama Indonesia (mui), lembaga tertinggi ulama, juga terlibat. Selama dekade terakhir, telah mengeluarkan serangkaian fatwa, atau pendapat hukum yang tidak mengikat, untuk mempromosikan penyebab hijau. Pada tahun 2011 itu menyatakan kegiatan penambangan yang merusak lingkungan dilarang berdasarkan hukum Islam. Tiga tahun kemudian, itu melarang pembunuhan spesies yang terancam punah. Pada tahun 2016, ia mengutuk praktik pertanian tebas-bakar sebagai haram (dilarang oleh hukum Islam).
Indonesia resmi menjadi negara sekuler. Tetapi pendetanya memiliki pengaruh yang serius. Sebuah survei tahun 2020 oleh firma riset lokal Kattada Insight Center menemukan bahwa orang Indonesia lebih percaya pada informasi dari lembaga keagamaan. Para imam mencoba mengubah keyakinan itu menjadi kekuatan politik. Maruf Amin, Wakil Presiden Indonesia, secara pribadi terlibat dalam penyusunan dan pembelaan fatwa lingkungan sebagai pemimpin Mui. Dia masih berkhotbah hijau dari mimbar politiknya.
Pesantren di Indonesia, atau pesantren, telah menjadi tempat ujian bagi apa yang oleh sebagian orang disebut gerakan eko-Islam. Sekitar 4 juta siswa belajar di sekolah-sekolah ini. Alumni sering memimpin lembaga keagamaan dan politik yang penting. Di Darul Uloom, sebuah Besantren di Jawa, para guru menceritakan kisah Nabi Muhammad menanam pohon dan melindungi satwa liar. Siswa harus menanam pohon (antara lain) untuk lulus.
Pendeta juga berfungsi di bidang keuangan. Mereka membantu merancang “sukuk hijau” atau obligasi hijau Indonesia. Sesuai dengan larangan Syariah tentang riba, instrumen ini melibatkan kepemilikan langsung atas aset daripada utang berbunga. Indonesia telah menerbitkan hampir $3 miliar dalam obligasi syariah ini sejak 2018, membiayai proyek energi terbarukan dan adaptasi iklim.
Indonesia adalah penghasil karbon terbesar kelima di dunia, dan ekonominya bergantung pada ekspor batu bara dan minyak sawit, dua industri yang paling berpolusi. Transisi negara menuju ekonomi bersih akan lama dan sulit. Para imamnya sangat ingin membantu mempercepat transisi itu. (Ekonom)
“Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert.”