KabarTotabuan.com

Memperbarui berita utama dari sumber Indonesia dan global

Peraturan Menteri Perhubungan No.  2 Tahun 2021: Persetujuan Penggunaan Kapal Asing Untuk Kegiatan Selain Angkutan Penumpang dan Barang
Economy

Peraturan Menteri Perhubungan No. 2 Tahun 2021: Persetujuan Penggunaan Kapal Asing Untuk Kegiatan Selain Angkutan Penumpang dan Barang

Gambaran umum

UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (“Hukum Pengiriman”) merupakan dasar hukum asas Cabotage yang memberikan perlindungan bagi pelayaran dalam negeri. Penerapan asas Cabotage tercermin dalam Pasal 8 UU Pelayaran yang menyatakan bahwa kegiatan angkutan laut di perairan Indonesia hanya dapat dilakukan oleh kapal berbendera Indonesia dan diawaki oleh ABK Indonesia.

Dalam prakteknya, jumlah kapal Indonesia yang tersedia tidak mencukupi untuk melakukan kegiatan yang tidak termasuk mengangkut penumpang dan barang, sehingga penggunaan kapal asing diperbolehkan dengan syarat kapal tersebut memiliki Persetujuan Penggunaan Kapal Asing. Pembuluh (Persetujuan Penggunaan Kapal Assing atau “PPKAYang dimaksud dengan kapal asing adalah kapal yang berbendera selain bendera Indonesia dan tidak tercatat dalam daftar kapal Indonesia.

Kewajiban memiliki PPKA merupakan perwujudan dari asas Cabotage untuk menghindari kapal asing menguasai perairan Indonesia.

Peraturan PPKA terbaru telah diubah Perhubungan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Persetujuan Penggunaan Kapal Asing Untuk Kegiatan Lain Di Perairan Indonesia Yang Tidak Termasuk Dalam Kegiatan Angkutan Penumpang dan Barang (“Permendag 2/2021”).

Update ARMA kali ini akan membahas tentang persyaratan umum penerbitan PPKA dan implikasi hukumnya.

Penerbitan PPKA

Peraturan mengenai pemberian PPKA mulai diatur pada tahun 2018 dengan terbitnya Permendag 92/2018 sebagaimana terakhir diubah dengan Permendag 46/2019. Hingga saat ini PPKA terbaru diatur dalam Permendag 2/2021 yang mencabut dua peraturan awal tersebut.

Pada intinya, perubahan kerangka hukum mengatur objek serupa, yaitu bagaimana kapal asing dapat melakukan kegiatan di perairan Indonesia untuk kegiatan lain yang tidak termasuk penumpang dan/atau barang. Satu hal yang membedakan peraturan yang dikeluarkan dari tahun ke tahun adalah jenis kapal asing yang diperbolehkan menerima PPKA. Perlu dicatat bahwa PPKA berdasarkan Permenhub 2/2021 berlaku sampai dengan tanggal yang tidak ditentukan, dan dapat dicabut sewaktu-waktu ketika peraturan terbaru diterbitkan.

READ  Update perkembangan dan rencana bisnis anak perusahaan Astra

Menurut Permenhub 2/2021, kegiatan yang diperbolehkan bagi kapal asing untuk beroperasi meliputi:1 (a) survei minyak dan gas bumi; (b) pengeboran; (c) konstruksi lepas pantai; (d) dukungan operasi lepas pantai; (e) pengerukan; (f) penyelamatan dan pekerjaan bawah air.

Selain itu, kapal asing juga dapat melakukan kegiatan kelistrikan dan kegiatan lain yang berkaitan dengan pembangunan dermaga. Sebelum memasuki wilayah perairan Indonesia, kapal asing yang dimaksudkan untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud di atas memerlukan PPKA. Tanggung jawab untuk memiliki PPKA harus dilaksanakan oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional selaku operator kapal asing sampai kapal asing tersebut keluar dari wilayah Indonesia.2

Khusus dalam Permendag 2/2021, terdapat perubahan jenis kapal yang diperbolehkan menerima PPKA dari peraturan sebelumnya yaitu penambahan Kapal Pendukung Operasi Lepas Pantai atau Kapal Lepas Pantai sebagai salah satu jenis kapal asing yang akan dioperasikan. di Indonesia. Kapal asing untuk kegiatan lepas pantai diperbolehkan karena ketersediaan kapal tersebut sulit dipenuhi dari kapal berbendera Indonesia karena pengadaannya membutuhkan investasi yang besar, teknologi yang kompleks, jumlah yang terbatas, penggunaan global dan mobile, dengan penggunaan yang singkat dan tidak berkelanjutan.

Penerapan PPKA

Untuk memperoleh PPKA, Perusahaan Angkutan Laut Nasional yang menyewakan kapal asing mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Perhubungan (“Kemenhub”) melalui Direktur Jenderal Perhubungan Laut (“Direktur Jenderal Perhubungan Laut”) Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (“Kementerian Perhubungan”) dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:3

sebuah. rencana kerja yang memuat jadwal kegiatan, ruang lingkup pekerjaan yang dilengkapi dengan justifikasi kebutuhan kapal, dan wilayah kerja yang ditandai dengan koordinat geografis;

B. kontrak kerja antara Pengusaha dengan Perusahaan Angkutan Laut Nasional dan/atau surat penunjukan dari Majikan kepada Perusahaan Angkutan Laut Nasional;

READ  Pelabuhan, bandara, energi dan media: Menjelaskan pertumbuhan jejak lintas perusahaan Adani

C. perjanjian carter party antara Perusahaan Angkutan Laut Nasional dengan pemilik Kapal Asing;

D. fotokopi Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut atau sertifikat standar angkutan laut yang telah disetujui;

e. fotokopi sertifikat pendaftaran dan kapal asing berkebangsaan;

F. fotokopi surat ukur Kapal Asing;

G. fotokopi sertifikat klasifikasi yang masih berlaku;

H. fotokopi sertifikat keselamatan dan keamanan kapal asing yang masih berlaku;

Saya. fotokopi sertifikat manajemen keselamatan kapal asing yang masih berlaku;

J. daftar/sertifikat awak kapal asing yang ditandatangani oleh nakhoda kapal;

k. bukti pengumuman pengadaan kapal berbendera Indonesia; dan

l. surat keterangan dari pemilik kapal asing yang menerangkan bahwa ia bersedia menerima dan menempatkan taruna dan/atau taruna praktek kelautan dari sekolah pelayaran nasional.

PPKA diberikan untuk jangka waktu 6 bulan, dan dapat diperpanjang jika masih ada pekerjaan yang belum selesai dengan melampirkan justifikasi, berita acara Tim Evaluasi, dan persyaratan tersebut di atas.

Pengawasan

Perusahaan Angkutan Laut Nasional yang telah menerima PPKA wajib memberikan laporan berkala setiap bulan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut. 4

Sedangkan yang berwenang untuk mengawasi kelaikan laut dan keamanan kapal asing adalah Pejabat Pengawas Negara Pelabuhan (“PSCOyang berstatus Pegawai Negeri Sipil (Aparatur Sipil Negara) di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang ditunjuk oleh Syahbandar.

Namun tumpang tindih kewenangan pengawasan kegiatan pelayaran di Indonesia masih menjadi kendala yang dapat menghambat pelaksanaan pengawasan kegiatan kapal asing. Operator kapal asing diharapkan untuk berkomunikasi dan menjelaskan masalah operasional mereka setiap saat kepada pihak berwenang dan pelaksanaan PPKA tidak melanggar persyaratan sebagaimana diatur dalam Permendag 2/2021 atau peraturan terkait lainnya.

READ  Gunung berapi meletus di Indonesia, memuntahkan abu setinggi 3 kilometer ke langit

Sanksi

Dalam hal terdapat ketidaksesuaian wilayah kerja, jenis, dan spesifikasi teknis Kapal Asing dengan PPKA, maka PPKA tersebut dicabut. Selain pencabutan PPKA, Perusahaan Angkutan Laut Nasional selaku operator kapal asing dapat dikenakan sanksi administratif.5 Sanksi administratif kepada Perusahaan Angkutan Laut Nasional dapat berupa teguran tertulis, pembekuan izin usaha, atau pencabutan izin usaha yang diberikan secara bertahap. Sanksi administratif diberikan oleh Dirjen Perhubungan Laut atas nama Kemenhub.

Selain sanksi administratif tersebut di atas, keberangkatan kapal dapat ditunda oleh PSCO. Manuver ini disebut Detainable Deficiency. Detainable Deficiency dilakukan jika PSCO menemukan bahwa kondisi kapal tidak memenuhi persyaratan dan dapat mengancam keselamatan kapal, kehidupan manusia, dan/atau lingkungan maritim. Selanjutnya, kegagalan untuk mematuhi peraturan ini dapat mengakibatkan kapal menjadi tidak laik laut dan dengan demikian ditahan oleh pihak berwenang.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

"Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert."