Kehadiran ARIMA kembali menghidupkan gairah sepak bola di Malang dengan menjuarai Kejuaraan Galatama musim 1992-1993. Memasuki milenium baru, Arima mengukuhkan performa terbaiknya atas sang kakak, Persima, dengan menjuarai Liga Utama Indonesia pada 2009-10 serta Piala Indonesia pada 2005 dan 2006.
Prestasi tersebut membuat Malang sangat identik dengan Arima. Jejak Persima, seperti mural klub atau poster logo, tak terlihat di ruang publik kota sejuk itu. Meski kalah bersaing dengan popularitas dan gelar Arima, Persima sudah memantapkan jati diri bahwa Malang tak kalah dengan daerah lain di Indonesia yang memiliki talenta sepak bola terbaik.
Baca Juga: PSMS Medan, Kepak “Ayam Kinantan” Rangkul Keberagaman
Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Malang telah mempunyai stadion sepak bola yang cocok untuk pertandingan nasional dan internasional. Stadion yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda pada awal abad ke-20 ini diberi nama Stade Malang. Sekarang nama stadion tersebut adalah Stadion Gagaiana.
Surat kabar lokal Belanda Soerabaijasch Handelsblad memberitakan, pada terbitan 15 Desember 1933, berencana memperbaiki fasilitas Stadion Malang, termasuk menambah tribun dan memasang lampu untuk kegiatan malam hari.
Stadion baru Malang diberi kesempatan menjadi tuan rumah Kejuaraan Nasional PSSI pada bulan Desember 1954. Tiga tim dari Indonesia Timur, Persima, Persibaga Surabaya, dan BSM Makassar, menjadi tim yang memainkan turnamen resmi pertama di Malang.
Namun Persimma mendapat kehormatan menjamu timnas Swedia dalam laga uji coba pada Agustus 1951 di Stadion Malang. Dan Media Nieuwe Courant menyebutkan, Malang dipilih karena memiliki stadion yang mampu menampung penonton dalam jumlah besar dan berhawa sejuk.
Baca Juga: PSIS Semarang Pionir Keajaiban Ketiga
Tercatat keberadaannya sejak awal tahun 1950-an membuktikan bahwa catatan pendirian Bersima tanggal 20 Juni 1953 tidak sah. Bahkan sebelum kejuaraan nasional PSSI tahun 1952, Persima sudah pernah mengikuti turnamen sepak bola antar kota regional di Jawa Timur yang diselenggarakan oleh Konfederasi Olahraga Indonesia (PORI). Saat itu, Persima disingkirkan Persibaga Surabaya dengan skor 3-0.
Percima meraih gelar juara melalui turnamen tiga arah melawan Persibaga dan Persija di Malang pada Desember 1955. Saat itu, tim berjulukan “Bledek Peru” bermain imbang 1-1 melawan Persibaga, lalu mengalahkan Persija 3-1.
Memasuki tahun 1970-an, Biersima berhasil meraih dua gelar juara eksibisi. Pertama, mereka menjadi juara turnamen perayaan HUT ke-27 Percima pada April 1970. Kedua, pada Januari 1973, mereka menjadi juara bersama Persija dalam turnamen perayaan HUT Samarinda Kalimantan Timur di Stadion Sigiri.
Mantan pelatih Persima, Timo Schonemann, menyatakan Malang identik dengan penghasil pemain berkualitas sebelum Indonesia merdeka. Hal itu dibuktikan dengan hadirnya kiper kelahiran Malang, Tan Mo Hing, di skuad Hindia Belanda pada Piala Dunia Prancis 1938.
Baca juga: Persib Bandung, Kiper Marwa “Bumi Basundan”
“Selepas Indonesia merdeka, Malang melalui Persima tidak pernah kehilangan pemain-pemain berbakat. Setiap dekade, selalu ada pemain-pemain di timnas hasil perkembangan Persima,” kata Timo yang ditemui di Malang, 24 Juli.
Membangun “DNA”.
Kecintaan tinggi “Arik” Malang terhadap Arima bukan hanya karena prestasi yang diraih Arima, namun juga karena jati diri Persima yang tetap menjaga “DNA” sebagai pusat pembinaan pemain sepak bola muda.
Kepiawaian kepelatihan Persima dibuktikan dengan menjuarai Piala Suratine perdana pada tahun 1966. Merujuk arsip Kompas, Persima Junior mengalahkan Bogor Junior, 3-0, pada final di Stadion Menteng Jakarta. Identitas tersebut diperkuat setelah turunnya Persimma dari lapisan tertinggi Amerika Serikat pada Januari 1986.
Setelah meraih tiket promosi ke Divisi Utama Persatuan Sepakbola pada tahun 1990, wajah Persima sebagai wadah pemain muda tetap terpelihara. Saat pemain magang Persima itu sudah siap menjadi pesepakbola profesional, ia membela panji Arima. Setidaknya itulah yang terjadi pada akhir tahun 1980an hingga tahun 2000an.
Selepas Indonesia merdeka, Malang lewat Persima tak pernah kehilangan pemain berbakat. Setiap dekade, selalu ada pemain di timnas yang merupakan produk perkembangan Persima.
“Masa kejayaan kehebatan Persimma terjadi pada dekade pertama abad 21, yang merupakan hasil pembangunan yang baik dan berkesinambungan sejak dekade pertama abad ke 21. Pemerintah (Kota Malang), Asosiasi Kota (Ascot) PSSI dan Klub Persimma bekerjasama dalam pengembangan melalui kompetisi yang terorganisir, kata Timo yang membina akademi sepak bola di Malang pada awal tahun 2000-an.
“Kalau latihannya tidak berjalan dengan baik, Persimma kena dampaknya. Itu pun terlihat sampai sekarang,” imbuhnya.
Ketua Umum Askot PSSI Malang Waris Susanto mengakui perkembangan sepak bola di Malang stagnan selama delapan tahun terakhir. Waris yang memimpin Askot PSSI Malang mulai awal tahun 2023 bertekad membangun kembali perkembangan sepak bola Malang dan menghidupkan kembali Persimma untuk berlaga di Liga 3 Jawa Timur pada tahun 2023.
“Kami ingin Persimma menjadi wadah pemain-pemain muda di Malang. Kami bertekad membangun kembali fondasi dan sistem latihan agar bisa berfungsi secara berkelanjutan,” ujarnya.
Pasca terbentuknya perusahaan PT Singosari Sakti, selaku operator Persema pada era Liga Super Indonesia tahun 2010, Persema diserahkan kepada PSSI Persatuan Sepak Bola Kabupaten Malang sejak Maret 2019. Oleh karena itu, PSSI Persatuan Kabupaten Malang mempunyai tugas untuk menjaga kehadiran Persima khususnya di LaLiga 3 .
Baca juga: Strategi PSM Makassar sambut abad kedua
Selain itu, Waris menambahkan, pihaknya juga berencana mencari investor agar pengelolaan Persema benar-benar profesional. Impian kami membawa Bersima bermain di liga kedua, ujarnya.
Dibayar
Tragedi Kanguruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 turut mengubah cara pandang sebagian pecinta sepak bola di Malang. Beberapa warga Malang mengundurkan diri dari sepak bola karena sikap tidak sopan manajemen klub ARIMA terhadap 135 orang yang meninggal dunia namun tetap mengikuti La Liga 1.
Penggila sejarah sepak bola Malang, Eko F. Kayonu menyatakan, minimnya prestasi menjadi alasan ‘Eric’ Malang hengkang dari Persima. Seiring berjalannya waktu, mendukung Arima menjadi gaya hidup yang berujung pada terciptanya kelompok sosial di masyarakat Malang.
Meski demikian, Ekko menilai tragedi Kanjuruhan harus menjadi peluang reinkarnasi Persimma untuk mengeksploitasi citra negatif terhadap Arima.
“Ada momentum bagi Persima untuk bangkit dan memperbaiki citra buruk sepak bola di Malang akibat tragedi Kanguruhan. Saya kira pertandingan Persima di Liga 3 akan mendapat banyak dukungan dari masyarakat yang marah dan kecewa terhadap Arima yang tidak melakukannya. itu. Saya turut bersimpati dengan para korban Kanguruhan,” kata Eko.
Bersima masih bisa mengikuti Liga 3 Zona Jawa Timur 2021. Perjalanan Bledek Peru terhenti di babak 16 besar melawan Persinga Ngawi. Namun keikutsertaan mereka hanya untuk memenuhi syarat agar keanggotaan klub tersebut di PSSI tidak dicabut. Kekuatan tim Persima tak layak berlaga di Liga 3 Nasional.
Baca Juga: Tim Laskar Mataram PSIM Yogyakarta Ragu Lanjut Di Bawah Air
“Agar Persima bisa lolos ke Liga 3 Nasional dan kembali ke jajaran kompetisi profesional di Indonesia, Timo memberi syarat. Saya harap manajemen klub tidak pasif. Harus benar-benar aktif dalam merevitalisasi Persima,” kata Timo. .
“Ninja budaya pop. Penggemar media sosial. Tipikal pemecah masalah. Praktisi kopi. Banyak yang jatuh hati. Penggemar perjalanan.”