Perusahaan patungan yang memiliki kapal harus memiliki perusahaan pelayaran Indonesia sebagai pemegang saham mayoritas dalam pendaftaran kapal
Pasca diundangkannya Omnibus Law (UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja) pada tanggal 2 November 2020, Pemerintah Indonesia mengeluarkan beberapa peraturan pelaksanaan pemerintah untuk mengatur berbagai sektor, termasuk sektor pelayaran. Pada tanggal 2 Februari 2021, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2021 tanggal 2 Februari 2021 tentang Penyelenggaraan Sektor Pelayaran (“PP 31/2021”) yang membawa perubahan signifikan mengenai pencatatan kepemilikan. kapal di Indonesia.
Meskipun terdapat sejumlah pembaharuan terkait bisnis pelayaran dalam PP 31/2021, yang mencakup Angkutan Laut, Kepelabuhanan, Navigasi, Izin dan Sertifikat Pelayaran, serta Manajemen Keamanan Kapal, dalam artikel ini kami ingin menyoroti hal-hal khusus yang perlu diperhatikan. perubahan menarik yang mempengaruhi Kontribusi perusahaan yang ingin mendaftarkan kepemilikan kapalnya di Indonesia.
Sebelum PP 31/2021, registrasi kapal di Indonesia mengikuti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (sebagaimana diubah dengan UU Cipta Kerja) (“UU Pelayaran”) dan Peraturan Menteri Perhubungan PM 39 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Kapal dan Kewarganegaraan ( “Pendaftaran Kementerian Perdagangan” No. 39/2017″). Pasal 158 (2) Undang-undang Pelayaran dan Pasal 5 (2) Peraturan MOT. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2017 memberikan kriteria yang sama bagi kapal yang dapat didaftarkan di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
- kapal dengan bobot paling sedikit 7 tonase kotor (tujuh ton);
- Kapal air milik warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; Dan
- Kapal-kapal tersebut dimiliki oleh badan hukum Indonesia dan merupakan perusahaan patungan yang mayoritas dimiliki oleh warga negara Indonesia.
Khusus untuk huruf (c) di atas, Pasal 5(3) Permendag Reg. Keputusan Kerajaan No. 39/2017 mendefinisikan kriteria “badan hukum Indonesia” sebagai berikut:
- perusahaan swasta dengan ketentuan pemegang saham mayoritas adalah warga negara Indonesia; Dan
- Perusahaan publik yang (i) kepemilikan asing secara langsung atas sahamnya tidak melebihi 49%, dan (ii) kepemilikan saham oleh orang perseorangan atau badan hukum asing melalui pasar umum dalam bentuk penyertaan portofolio tidak melebihi 49%.
Sedangkan Pasal 93(2)(c) Peraturan Umum 31/2021 memuat susunan kata yang mirip dengan UU Pengangkutan dan Peraturan Menteri Perhubungan. 39 Tahun 2017 tentang Standar Kapal yang Boleh Didaftarkan di Indonesia, Klarifikasi Pasal tersebut menyatakan bahwa mayoritas saham perusahaan patungan tersebut harus dimiliki oleh (i) perusahaan pelayaran nasional yang seluruhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia untuk keperluan usaha. kegiatan; dan/atau (ii) badan hukum Indonesia yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia untuk kegiatan non-komersial termasuk kegiatan sosial, pariwisata dan olahraga (“Persyaratan Kontribusi Kepemilikan Kapal”).
Hal ini merupakan perubahan yang signifikan karena Pasal 93(2)(c) Peraturan Umum 31/2021 kini menetapkan bahwa perusahaan pelayaran yang memiliki kapal untuk tujuan komersial harus dimiliki secara mayoritas oleh perusahaan pelayaran nasional yang dimiliki sepenuhnya (yaitu perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh Indonesia) dengan izin usaha Pelayaran).
Perlu dicatat bahwa Peraturan Umum 31/2021 tidak memiliki ketentuan peralihan yang eksplisit yang mungkin berlaku untuk pendaftaran kapal sebelum berlakunya peraturan pemerintah tersebut. Sebaliknya, Pasal 229 dan 230 Peraturan Umum 31/2021 mengatur ketentuan peralihan mengenai “perizinan” berusaha (secara luas didefinisikan sebagai “legitimasi yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan mengelola usaha dan/atau kegiatannya”), yang mengatur hal-hal berikut: Ketentuan Peraturan Umum 31/2021 tidak berlaku bagi pelaku usaha yang telah memperoleh izin usaha sebelum berlakunya Peraturan Umum 31/2021 kecuali ketentuan Peraturan Umum 31/2021 bermanfaat bagi pelaku usaha.
Pasal 229 dan 230 Peraturan Umum 31/2021 menganut prinsip umum peraturan tersebut tidak berlaku surut. Artinya, peraturan baru hanya boleh bersifat forward-looking dan, secara adil, tidak boleh berlaku surut terhadap tindakan-tindakan yang telah dilakukan. Prinsip non-retroaktif ini telah menjadi kebijakan pemerintah sejak lama (termasuk Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia) dan biasanya dimasukkan dalam peraturan perizinan, yaitu menetapkan bahwa jika seorang pelaku usaha memperoleh izin usaha yang efektif untuk kegiatan usahanya( s) berdasarkan Sistem Perizinan Lama, pemain Komersial tidak akan terpengaruh oleh sistem perizinan baru dan lisensi mereka akan tetap berlaku.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa apabila perusahaan pelayaran tersebut memperoleh akta pendaftaran kapal lengkap atas kepemilikan kapalnya sebelum terbitnya Peraturan Umum 31/2021 dan juga memperoleh izin usaha angkutan laut, maka perusahaan pelayaran tersebut hendaknya serius / dikecualikan dari pemenuhan persyaratan untuk ikut serta dalam kepemilikan kapal tersebut di atas. Namun, masuk akal untuk memperkirakan bahwa kebaruan atau pengecualian ini tidak akan berlaku jika perusahaan pelayaran mendaftarkan kapal baru di Indonesia. Karena Peraturan Umum 31/2021 tidak memuat pernyataan eksplisit mengenai kebijakan “kakek” kepemilikan kapal, masih harus dilihat kebijakan apa yang akan diterapkan oleh DOT dalam praktiknya.
Pada catatan terpisah namun terkait, masih belum jelas apakah persyaratan kepemilikan kapal juga berlaku untuk kepemilikan kapal oleh perusahaan yang bukan merupakan perusahaan pelayaran namun memiliki kapal dan memiliki izin SIOPSUS untuk menggunakan kapalnya guna mendukung kegiatan usaha inti mereka.
Seiring dengan berkembangnya lanskap peraturan maritim di Indonesia, perubahan-perubahan ini menggarisbawahi kompleksitas yang harus dihadapi oleh para pelaku komersial di sektor ini, khususnya dalam menyusun komposisi pemegang saham untuk memenuhi persyaratan kepemilikan kapal.
Sumber: Firma Hukum SSEK
“Ninja budaya pop. Penggemar media sosial. Tipikal pemecah masalah. Praktisi kopi. Banyak yang jatuh hati. Penggemar perjalanan.”