KabarTotabuan.com

Memperbarui berita utama dari sumber Indonesia dan global

Sekretariat Kabinet Republik Indonesia |  Pemerintah sedang menyiapkan insentif finansial bagi penyedia jasa hiburan
entertainment

Sekretariat Kabinet Republik Indonesia | Pemerintah sedang menyiapkan insentif finansial bagi penyedia jasa hiburan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (Foto: Humas/Teguh)

Dalam upaya mendukung pengembangan sektor pariwisata daerah, pemerintah menyiapkan insentif perpajakan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) bagi penyedia jasa hiburan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan sektor pariwisata akan mendapat keringanan pajak berupa fasilitasi pajak penghasilan badan ditanggung pemerintah sebesar 10 persen, sehingga pajak penghasilan badan menjadi 12 persen.

“Pemerintah telah menyiapkan insentif berupa pajak penghasilan badan. Insentif pajak penghasilan badan sektor pariwisata diberikan kepada seluruh sektor. Presiden telah memerintahkan peninjauan kembali insentif pajak penghasilan badan sebesar 10 persen,” kata Airlangga dalam keterangannya. siaran pers di Jakarta, Jumat (19/01).

Selain itu, kata Menko, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan akan menyampaikan surat edaran kepada seluruh provinsi/walikota mengenai pedoman penerapan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) pada jasa seni dan hiburan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan. Ketentuan Pemerintah Pusat dan Undang-undang Hubungan Fiskal Pemerintah Teritorialitas (UU HKPD). Airlangga berharap publikasi tersebut dapat memperkuat kebijakan yang diambil pemerintah serta memberikan klarifikasi kepada pelaku usaha dan masyarakat di daerah.

Oleh karena itu, surat edaran bersama Menkeu dan Mendagri akan memperjelas hal ini lebih lanjut karena undang-undang bersifat diskresi, jadi kita pasti tidak ingin terjadi moral hazard, sehingga harus kita lindungi dengan surat edaran, ”ujarnya.

Dalam rangka mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara adil, harmonis, dan akuntabel serta mendorong perekonomian daerah, pada awal tahun 2022, pemerintah dan DPR mengesahkan UU HKPD. Ketentuan lain terkait undang-undang ini antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Remunerasi Daerah.

READ  Saat musik berakhir: Bintang pop melakukan pekerjaan sehari-hari - gaya hidup

UU HKPD mengatur bahwa PBJT dipungut oleh kabupaten/kota dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dipungut oleh kabupaten. PBJT mencakup makanan dan/atau minuman, listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, serta jasa teknis dan hiburan, maksimal 10 persen, yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dengan tarif maksimal 35 persen.

Sedangkan untuk pajak PBJT atas jasa hiburan di diskotik, karaoke, tempat hiburan malam, bar dan sauna/spa dikenakan tarif minimal 40 persen dan maksimal 75 persen. Sebelumnya, berdasarkan UU 28 Tahun 2009, maksimalnya hanya 75 persen, tidak ada batas bawah, sehingga bisa kurang dari 40 persen. Pajak hiburan minimal sebesar 40% dibebankan kepada pelanggan, sedangkan penyedia jasa hiburan juga dikenakan pajak penghasilan badan sebesar 22%.

Sekadar informasi, pemberlakuan tarif baru PBJT ini dilakukan paling lambat dua tahun setelah berlakunya HKPD pada tanggal 5 Januari 2022 yakni pada tanggal 5 Januari 2024 yang diatur oleh pemerintah daerah masing-masing. Banyak daerah yang menetapkan tarif PBJT untuk diskotik, karaoke, tempat hiburan malam, bar, dan sauna/spa. Misalnya saja Jakarta melalui Perda Nomor 1 Tahun 2024 menetapkan tarif sebesar 40 persen, yang sebelumnya 25 persen, dan Badung melalui Perda Nomor 7 Tahun 2023 menetapkan tarif sebesar 40 persen, yang sebelumnya 15 persen.

Sebelum berlakunya UU Hong Kong, berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009, sudah ada beberapa daerah yang menetapkan harga PBJT atas jasa hiburan diskotik, karaoke, tempat hiburan malam, bar dan sauna/spa sebesar 75 persen (Aceh Besar, Banda Aceh ). dan Panjai, Padang, Kota Bogor, dan Depok), sebesar 50 persen (Sawahlonto, Kawasan Bandung, Kawasan Bogor, Sukabumi, dan Surabaya), dan sebesar 40 persen (Surakarta, Yogyakarta, Klungkung, dan Mataram).

READ  Arab Saudi dan Indonesia: Pandangan yang Bertentangan tentang "Islam Moderat", Opini dan Blog Berita

Pasal 101 HKPD mengatur kebijakan pemberian insentif keuangan untuk mendukung kemudahan penanaman modal, khususnya berupa pengurangan, keringanan, pembebasan atau pembatalan pokok pajak dan/atau pokok retribusi dan/atau denda. Insentif finansial tersebut dapat diberikan oleh kepala daerah dengan pertimbangan antara lain untuk mendukung dan melindungi usaha kecil dan mikro, serta mendukung kebijakan pelaksanaan program prioritas daerah atau nasional. Pemulihan industri pariwisata kini menjadi program prioritas nasional yang bersifat padat karya.

Pemberian insentif keuangan ditetapkan dengan peraturan kepala daerah dengan pemberitahuan kepada DPRD. Berdasarkan Pasal 101 HKPD, wali/wali kota bisa menetapkan tarif di bawah 75 persen atau bahkan di bawah minimal 40 persen.

“Insentif finansial dilaksanakan sesuai dengan karakteristik daerah, dengan mempertimbangkan budaya dan penerapan syariat Islam (seperti yang terjadi di Aceh), sehingga beberapa daerah dapat tetap menerapkan tarif pajak yang berlaku saat ini, sedangkan daerah berbasis pariwisata dapat menetapkan tarif berdasarkan tarif. .” Tarif pajak sebelumnya, ujarnya. (DND/Humas Kemenko Perekonomian/PBB) (FI/MUR)

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

"Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert."