Pesepakbola Indonesia berusia 35 tahun kehilangan nyawanya setelah disambar petir saat pertandingan persahabatan antara 2 FLO FC Bandung melawan FBI Subang. Peristiwa traumatis yang terjadi pada Senin, 12 Februari itu sempat menghebohkan komunitas sepak bola di Indonesia.
Laporan dari tempat kejadian menunjukkan bahwa pemain tersebut diisolasi di lapangan ketika sambaran petir menyambar. Klip video yang diambil dari tribun menangkap momen sang pemain menjadi korban kekuatan alam yang dahsyat.
Kejadian tragis ini menandai kejadian kedua kalinya seorang pesepakbola tersambar petir di Indonesia dalam setahun terakhir. Tahun lalu, nasib serupa juga dialami pesepakbola muda di Bojonegoro, Jawa Timur, saat Piala Suwaratin U-13, dimana ia meninggal dunia akibat luka-luka yang dialaminya saat kejadian tersebut.
Serangkaian insiden terkait petir baru-baru ini telah memicu diskusi mengenai protokol keselamatan selama acara olahraga luar ruangan, terutama dalam kondisi cuaca buruk. Meskipun pertandingan dimulai di bawah langit cerah, perubahan cuaca yang tiba-tiba menyoroti ketidakpastian alam dan potensi bahaya yang ditimbulkannya terhadap para atlet.
Sehubungan dengan kejadian ini, perhatian tertuju pada peran wasit dalam menilai kondisi cuaca selama pertandingan. Pedoman wasit biasanya memberikan wewenang kepada wasit untuk menafsirkan dan merespons kondisi cuaca buruk. Khususnya, di Belanda, pertandingan sepak bola baru-baru ini ditangguhkan karena kecepatan angin yang tinggi, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai keselamatan pemain dan penggemar.
Asosiasi Sepak Bola Kerajaan Belanda menekankan pentingnya memprioritaskan keselamatan dalam situasi seperti itu, menekankan perlunya kerja sama antara klub, otoritas, dan pemangku kepentingan terkait untuk mengurangi risiko yang terkait dengan cuaca buruk.
“Ninja budaya pop. Penggemar media sosial. Tipikal pemecah masalah. Praktisi kopi. Banyak yang jatuh hati. Penggemar perjalanan.”