KabarTotabuan.com

Memperbarui berita utama dari sumber Indonesia dan global

Economy

Tinjauan: kebijakan penegakan anti-kartel di Indonesia

Kutipan dari The Cartels and Leniency Review, Edisi 10

Kebijakan dan panduan penegakan

UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Persaingan Indonesia atau ICL) adalah undang-undang utama yang mengatur persaingan usaha di Indonesia. Bab 3 dan 4 dari ICL, masing-masing mengenai perjanjian dan aktivitas restriktif, mengatur ketentuan yang melarang tindakan kartel terkait dengan harga, produksi atau pasar, serta persekongkolan tender. Selain itu, ketentuan mengenai perjanjian atau kegiatan yang bersifat membatasi juga diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya, seperti Pasal 382 Badalah KUHP, yang melarang persaingan tidak sehat. UU No. 11 Tahun 2021 tentang Penciptaan Lapangan Kerja (Omnibus Law) telah mengubah sebagian ICL, antara lain dengan menghapus sanksi pidana untuk perilaku anti persaingan dan mengenakan batasan yang lebih tinggi pada sanksi pidana karena menghalangi penyelidikan atau pemeriksaan persaingan.

Otoritas persaingan yang bertanggung jawab atas pemberlakuan ICL, mulai dari penelitian terhadap industri tertentu, penyelidikan dan pemeriksaan hingga pengenaan sanksi, adalah Komisi Persaingan Usaha Indonesia (KPPU).2 KPPU dapat memulai penyidikan dan pemeriksaan, serta mengeluarkan keputusan dan menjatuhkan sanksi administratif atas segala pelanggaran terhadap ICL. KPPU berwenang memanggil pelaku, saksi, atau ahli untuk memperoleh, memeriksa, dan menilai dokumen atau alat bukti lainnya.

Larangan kartel menurut ICL mencakup perjanjian atau kartel horizontal yang dibatasi melalui larangan penetapan harga, pengaturan produksi, alokasi pasar, boikot kelompok, persekongkolan tender dan pengaturan lainnya, konspirasi atau praktik bersama yang dapat membatasi persaingan di pasar atau dapat menyebabkan merugikan konsumen. Dalam klausul tentang persekongkolan tender khususnya, ICL tidak secara jelas menyatakan apakah pengaturan horizontal atau vertikal murni tercakup. Namun dalam pedomannya mengenai hal ini, KPPU mengadopsi kedua pengaturan tersebut.

Uji kartel substantif di ICL menggunakan pendekatan ‘per se illegal’ atau pendekatan ‘rule of reason’ di setiap pasal. Ketentuan yang menggunakan frase ‘yang dapat mengakibatkan monopoli atau praktik bisnis yang tidak sehat’ pada umumnya menganut pendekatan rule of reason. Dalam penerapan ketentuan ICL, perilaku atau perjanjian tertentu dianggap sebagai pelanggaran hanya setelah KPPU melakukan penilaian mendalam untuk menentukan apakah perilaku atau perjanjian tersebut berdampak buruk pada pasar atau persaingan. Penilaian ini berlaku untuk perilaku kartel tertentu, seperti pembatasan output, alokasi pasar, dan persekongkolan tender.

Pendekatan per se illegal diadopsi dalam ketentuan-ketentuan yang tidak termasuk frase yang disebutkan di atas. Dalam pendekatan ini, KPPU tidak perlu menganalisis pengaruhnya terhadap pasar perilaku atau perjanjian karena keberadaan perjanjian atau perilaku yang dilarang itu sendiri dianggap cukup melanggar ketentuan. Pendekatan ini mirip dengan penerapan aturan ilegal per se di yurisdiksi lain dan berlaku untuk penetapan harga dan ketentuan boikot di ICL. Hingga saat ini, KPPU telah mengeluarkan beberapa pedoman terkait penilaian kartel, yaitu pedoman penilaian persekongkolan tender, pembatasan output dan pemasaran, serta penetapan harga.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

"Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert."