Festival Film Indonesia berakhir pada 12 Desember dengan pemutaran film-film populer Indonesia selama enam hari di Museum Seni Islam (MIA).
Acara bertajuk “Indonesia Melalui Lensa” ini diselenggarakan oleh KBRI Doha bekerja sama dengan Doha Film Institute (DFI), MIA, dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
Film-film seperti “After the Curfew”, “Noosa: The Movie”, “What is Love?”, “Aruna and Her Pale”, dan “Coffee Philosophy”, diputar, selain banyak film pendek.
Dalam acara tersebut, Handoko Hendriyono, produser film “Filsafat Kopi”, dan Katarina Mulyana, Irjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, menghadiri pemutaran film tersebut pada 9 Desember.
Untuk menyempurnakan pengalaman menonton film secara penuh, pengunjung juga berkesempatan mencicipi kopi terbaik Indonesia yang bersumber dari berbagai daerah di tanah air. Acara ini juga diperkaya dengan pameran tenun songket, kain tenunan tangan tradisional yang terkenal dengan corak indah dan makna budayanya.
Pemutaran film “Philosophical Cuban” dihadiri sejumlah tokoh terkemuka di Qatar. “Film dapat mempromosikan pemahaman lintas budaya, menantang stereotip, menghilangkan prasangka, dan menyoroti keindahan keberagaman,” kata Duta Besar RI Ridwan Hassan dalam siaran persnya.
Ia berharap acara ini dapat memberikan gambaran sekilas tentang kekayaan budaya Indonesia dan menjadi pengingat bagi para ekspatriat Indonesia yang merindukan tanah airnya.
Festival ini juga merupakan puncak dari rangkaian acara yang digelar dalam rangka perayaan Tahun Kebudayaan Qatar-Indonesia tahun 2023.
Ali Murtado, penanggung jawab pengaktifan Tahun Kebudayaan Qatar-Indonesia di KBRI, mengatakan: “Tahun Kebudayaan Qatar-Indonesia mungkin akan berakhir pada tahun ini, namun warisan program ini akan terus berlanjut setelah tahun 2023.”
Acara bertajuk “Indonesia Melalui Lensa” ini diselenggarakan oleh KBRI Doha bekerja sama dengan Doha Film Institute (DFI), MIA, dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
Film-film seperti “After the Curfew”, “Noosa: The Movie”, “What is Love?”, “Aruna and Her Pale”, dan “Coffee Philosophy”, diputar, selain banyak film pendek.
Dalam acara tersebut, Handoko Hendriyono, produser film “Filsafat Kopi”, dan Katarina Mulyana, Irjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, menghadiri pemutaran film tersebut pada 9 Desember.
Untuk menyempurnakan pengalaman menonton film secara penuh, pengunjung juga berkesempatan mencicipi kopi terbaik Indonesia yang bersumber dari berbagai daerah di tanah air. Acara ini juga diperkaya dengan pameran tenun songket, kain tenunan tangan tradisional yang terkenal dengan corak indah dan makna budayanya.
Pemutaran film “Philosophical Cuban” dihadiri sejumlah tokoh terkemuka di Qatar. “Film dapat mempromosikan pemahaman lintas budaya, menantang stereotip, menghilangkan prasangka, dan menyoroti keindahan keberagaman,” kata Duta Besar RI Ridwan Hassan dalam siaran persnya.
Ia berharap acara ini dapat memberikan gambaran sekilas tentang kekayaan budaya Indonesia dan menjadi pengingat bagi para ekspatriat Indonesia yang merindukan tanah airnya.
Festival ini juga merupakan puncak dari rangkaian acara yang digelar dalam rangka perayaan Tahun Kebudayaan Qatar-Indonesia tahun 2023.
Ali Murtado, penanggung jawab pengaktifan Tahun Kebudayaan Qatar-Indonesia di KBRI, mengatakan: “Tahun Kebudayaan Qatar-Indonesia mungkin akan berakhir pada tahun ini, namun warisan program ini akan terus berlanjut setelah tahun 2023.”
“Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert.”