TEMPO.CO, Jakarta – Amnesty International telah mempublikasikan temuannya mengenai jaringan ekspor spyware dan pengawasan ke Indonesia. “Ekosistem pemasok, perantara dan pengecer perangkat lunak spyware dan pengawasan yang tidak jelas dan kompleks, serta struktur kelembagaan yang kompleks, memungkinkan industri ini dengan mudah menghindari akuntabilitas dan regulasi,” Usman Hamid, direktur Amnesty International untuk Indonesia, mengatakan dalam sebuah pernyataan tertulis. Kamis, 2 Mei.
Menurutnya, volume penjualan dan distribusi spyware di Indonesia merupakan invasi besar. Hal ini juga menjadi perhatian khusus mengingat semakin menyusutnya ruang sipil.
“Hal ini mengakibatkan berlanjutnya pelanggaran terhadap hak kebebasan berekspresi, kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai, serta keamanan pribadi, serta pelanggaran berupa penangkapan dan penahanan sewenang-wenang,” jelas Othman.
Oleh karena itu, Othman mendesak pemerintah dan DPR Indonesia untuk segera mengeluarkan peraturan yang berarti, termasuk larangan terhadap spyware yang sangat mengganggu. “Itu tidak bisa digunakan dengan cara yang menghormati hak asasi manusia,” tambahnya.
Dalam temuannya, Amnesty International mengakui bahwa mereka tidak melakukan investigasi forensik atau melakukan upaya untuk mengidentifikasi individu tertentu yang mungkin menjadi sasaran alat pengawasan ini.
“Spyware ini dirancang hampir tidak dapat dilacak sehingga sangat sulit dideteksi, terutama kasus penyalahgunaan alat ini secara ilegal,” tegas Othman.
Menurut Amnesty International, penyalahgunaan teknologi pengawasan yang bertentangan dengan hak asasi manusia merupakan taktik untuk memasuki ruang privat masyarakat sipil. Oleh karena itu, penjualan spyware dalam jumlah yang sangat besar ke Indonesia perlu mendapat perhatian khusus.
Meskipun Indonesia telah mengakui hak atas kebebasan berekspresi, berkumpul secara damai, dan berserikat, Indonesia tidak memiliki undang-undang yang secara khusus membahas atau mengatur secara formal penggunaan spyware.
Bagus Pribadi
PILIHAN EDITOR: Perusahaan Malaysia dan Jerman tertarik berinvestasi di IKN, kata pihak berwenang
klik disini Untuk mendapatkan update berita terkini dari Tempo di Google News
“Ninja budaya pop. Penggemar media sosial. Tipikal pemecah masalah. Praktisi kopi. Banyak yang jatuh hati. Penggemar perjalanan.”