Analisis: Indonesia dan Tiongkok bersama-sama menargetkan pengembangan sawah seluas 1 juta hektar. Bagaimana pengaruhnya terhadap hubungan mereka?
Kecenderungan menuju swasembada
Dorongan untuk swasembada pangan terus berlanjut di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui program Taman Pangan, yang telah diterapkan di Kalimantan Tengah dan daerah lainnya.
Proyek ini merupakan upaya multi-kementerian – misalnya, satu kementerian bertanggung jawab membersihkan lahan dan membangun sistem irigasi, satu lagi menangani penanaman tanaman, dan satu lagi mengawasi cadangan strategis.
Program ini sebagian besar dianggap gagal karena belum memberikan hasil yang berarti sejak diluncurkan pada tahun 2020, kata para pengamat.
Beberapa pemerhati lingkungan menyalahkan pemerintah atas degradasi lingkungan akibat penggundulan hutan untuk proyek tersebut.
Bpk. Bayu Herinada, EWalhi, direktur eksekutif sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Kalimantan Tengah, yakin hubungan Indonesia-Tiongkok yang terjadi belakangan ini akan menyebabkan kerusakan lingkungan lebih lanjut.
Ia juga khawatir kolaborasi ini akan menimbulkan masalah lain, seperti pengambilalihan lahan oleh perusahaan dan membatasi hak masyarakat setempat untuk mengembangkannya.
Menurut Baiu, kerja sama dengan Tiongkok tidak mendesak karena “produksi pangan sudah bagus”.
Tantangannya bukan teknologi, tapi sejauh mana pemerintah bisa membantu petani lokal, ujarnya. Misalnya, membantu mereka mengakses pupuk dan modal.
Bapak Iqbal Damanik, juru kampanye hutan dari Greenpeace Indonesia, memiliki keprihatinan serupa.
Ia mengatakan, jika pemerintah berencana mengembangkan sawah di Kalimantan Tengah, maka akan gagal lagi karena tanahnya tidak cocok untuk produksi padi skala besar.
Sebagai contoh, Pak Iqbal mencontohkan lahan di Kabupaten Gunung Mass, Kalimantan Tengah, yang masuk dalam skema Put Estate.
Karena beras berulang kali gagal tumbuh di wilayah tersebut, pemerintah mulai menanam sorgum dan panen pun dimulai awal tahun ini. Namun Pak Iqbal mengatakan jagung sebenarnya tidak ditanam di tanah; Sebaliknya ditanam di polibag.
“Apakah Tiongkok Mampu Mengembangkan Lahan? Gunung Mass misalnya tidak cocok untuk produksi massal,” imbuhnya.
Uang adalah faktor lainnya. Pak Iqbal mengatakan biaya pengembangan sawah di Kalimantan Tengah akan sangat tinggi karena pembangunan infrastruktur yang diperlukan seperti sistem irigasi dan jalan, yang masih kurang di banyak wilayah di provinsi tersebut.
Faktanya, tidak ada kebun pangan yang berhasil, khususnya di Kalimantan Tengah, kata Pak Iqbal.
“Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert.”