KabarTotabuan.com

Memperbarui berita utama dari sumber Indonesia dan global

india dan Malaysia berupaya melawan persepsi negatif terhadap minyak sawit di India
Top News

india dan Malaysia berupaya melawan persepsi negatif terhadap minyak sawit di India

Mumbai. india dan Malaysia bertekad untuk tidak kehilangan pasar minyak sawit dari India, importir terbesar komoditas tersebut, karena persepsi bahwa produk mereka tidak berkelanjutan.

Keberlanjutan telah menjadi isu penting karena perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia, dua produsen minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia, sering menghadapi tuduhan melakukan deforestasi. Kedua negara telah menyerukan penarikan Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR), yang mereka yakini berdampak buruk pada produk perkebunan seperti minyak sawit dan karet. Saat ini, UE, Malaysia dan Indonesia telah membentuk kelompok kerja bersama untuk membahas integritas EUDR.

Baru-baru ini, kampanye negatif terhadap minyak sawit semakin intensif di India. Selain isu keberlanjutan, terdapat pula kampanye yang berkembang di kalangan konsumen India yang menyoroti dampak buruk produk CPO terhadap kesehatan.

Tahun lalu, ketika terjadi kekurangan minyak goreng di Indonesia, pemerintah memberlakukan pembatasan ekspor untuk melindungi pasokan dalam negeri. Langkah ini mengejutkan India, yang sangat bergantung pada pasokan minyak sawit india, dengan total impor sebesar 5 juta ton pada tahun 2022.

Namun, pemerintah india tidak khawatir dengan kemampuan India mengikuti jejak Uni Eropa (UE) dalam melakukan diskriminasi terhadap produk CPO Indonesia dan Malaysia.

“Solidaritas dan persahabatan yang kita bangun dengan India yang saling memahami itu penting. Berbeda dengan Barat yang bias terhadap CPO Indonesia dan Malaysia,” kata Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuka pada Konferensi Minyak Nabati Berkelanjutan ke-2. Rabu di ITC Maratha Hotel di Mumbai, India.

Tahun lalu, India mulai mempersiapkan CPO-nya sendiri untuk membangun kehadiran strategis. Jerry menambahkan, india akan menyambut India di Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC).

“Mengapa tidak?” dia berkata.

READ  Jenderal Angkatan Darat Curiga 'Pembunuhan Tiongkok' Memimpin Indonesia; Akankah Prabowo bergabung dengan Filipina untuk menghentikan Beijing?

Konferensi ini berfungsi sebagai platform untuk meyakinkan negara-negara di seluruh dunia bahwa produk minyak sawit mematuhi standar berkelanjutan seperti Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), Malaysia Sustainable Palm Oil (MSPO) dan Sustainable Palm Oil (RSPO). )

Sebelumnya, pemerintah Indonesia meminta dukungan Belanda dan Perancis terkait pencabutan kebijakan EUDR. Permintaan itu disampaikan Menteri Perdagangan Indonesia Zulkipli Hasan usai mendampingi Presiden Joko Widodo dalam pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte dan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada KTT G-20 di India.

Wakil Sekretaris Jenderal CPOPC Datuk Nakeeb Wahab mengatakan tanggapan India terhadap protes india dan Malaysia terhadap diskriminasi CPO Eropa adalah netral.

“India tidak memihak Eropa, Indonesia, atau Malaysia… India adalah pembeli terbesar kami, namun persepsi negatif terhadap minyak sawit semakin meningkat,” kata Datuk Nakeeb.

Menurut S&P Global Research, Indonesia dan Malaysia menyumbang sekitar 30 persen produksi minyak nabati dunia tahunan atau sekitar 220 juta metrik ton dan lebih dari separuh ekspor minyak nabati dunia.

Menurut Sekretaris Jenderal CPOPC Rizal Affandi Lukman, pelarangan minyak sawit dapat berdampak pada ketahanan pangan di saat ketidakpastian.

Bagi India, minyak sawit merupakan pelengkap minyak nabati yang diproduksi di dalam negeri, bukan bersaing dengan minyak nabati, sehingga menjamin ketahanan pangan dan ketahanan energi, katanya.

“Kelapa sawit tidak diragukan lagi merupakan unsur penting dalam bauran energi terbarukan, yang berpotensi memainkan peran penting dalam implementasi Global Biofuel Alliance,” ujarnya.

Shatadru Chattopadhayay, direktur eksekutif Solidaridad Asia, mendesak UE untuk menerapkan EUDR secara inklusif dalam tiga langkah. Pertama, impor minyak sawit dari petani kecil di Indonesia dan Malaysia harus terjamin dalam persentase tertentu. Kedua, mendukung petani kecil kelapa sawit dengan menyediakan pasar kredit karbon yang terjamin.

READ  Indonesia mengkonfirmasi kasus pertama flu monyet pada orang lokal yang telah bepergian

Ketiga, penyelarasan standar wajib keberlanjutan nasional seperti Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dengan EUDR, kata Shatadru.

Tag: Kata Kunci:

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

"Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert."