KabarTotabuan.com

Memperbarui berita utama dari sumber Indonesia dan global

Keberlakuan klausul non-kompetisi dalam hubungan kerja di Indonesia
Economy

Keberlakuan klausul non-kompetisi dalam hubungan kerja di Indonesia

Dalam hubungan kerja antara perusahaan dengan karyawan, klausul non persaingan sering ditemukan dalam perjanjian kerja atau perjanjian kerahasiaan, terutama bagi karyawan yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia perusahaan seperti informasi mengenai pemasok, pelanggan, pendapatan, dan lain-lain.

Undang-undang di Indonesia tidak memberikan definisi hukum mengenai klausul non-kompetisi, apalagi mengatur apakah klausul tersebut diperbolehkan atau dilarang. Kamus Hukum Black mendefinisikan klausa non-bersaing sebagai “Sebuah janji, biasanya dalam penjualan bisnis, kemitraan, atau kontrak kerja, untuk tidak terlibat dalam jenis bisnis yang sama selama jangka waktu tertentu di pasar yang sama dengan pembeli, mitra, atau pemilik bisnis.Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa klausul nonkompetisi adalah suatu keadaan yang mewajibkan salah satu pihak dalam perjanjian berjanji untuk tidak melakukan pekerjaan pada bidang yang sama dengan tempat bekerjanya pihak lain dalam perjanjian, untuk jangka waktu tertentu.

Beberapa akademisi dan pengacara menilai klausul non-kompetitif tidak berlaku di Indonesia karena dianggap berpotensi “menghilangkan” peluang mantan karyawan untuk berbisnis atau bekerja di tempat lain. Selain itu, klausul non-kompetisi seringkali diyakini melanggar peraturan Indonesia berikut ini:

  1. Pasal 27 UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk bekerja dan memperoleh penghidupan yang bermartabat;
  2. Pasal 31 UU No. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (dan perubahannya), yang menyatakan bahwa pekerja harus diberikan hak dan kesempatan yang sama untuk memilih atau memperoleh pekerjaan atau pindah ke pekerjaan lain dan memperoleh penghasilan yang layak, baik bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri; Dan
  3. Pasal 38 (2) UU No. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan bahwa setiap individu berhak untuk bebas memilih pekerjaan yang diinginkannya, dan juga berhak menikmati kondisi kerja yang adil.
READ  Kelemahan ekonomi dapat meredam permintaan asuransi non-jiwa

Mengingat hal tersebut di atas, di Indonesia setiap orang mempunyai hak untuk memilih pekerjaan dan mempunyai kesempatan yang sama. Oleh karena itu, klausul tidak bersaing itu harus batal demi hukum dan tidak dapat dilaksanakan, karena melanggar syarat-syarat hukum keempat kontrak berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, yang mensyaratkan adanya kesepakatan mengenai adanya alasan yang sah.

Di sisi lain, dari sudut pandang pemberi kerja, klausul non-persaingan sangat penting karena mencegah atau setidaknya mengurangi risiko mantan karyawan mengungkapkan informasi rahasia dan hak milik perusahaan kepada pesaing. Pengusaha berpendapat bahwa klausul non-bersaing seharusnya mengikat dan dapat dilaksanakan mengingat prinsip kebebasan berkontrak berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata Indonesia. Oleh karena itu, jika mantan karyawan melanggar klausul non-bersaing, pemberi kerja dapat mengambil tindakan hukum untuk menegakkan klausul non-bersaing dengan, misalnya, mengajukan gugatan pelanggaran kontrak terhadap karyawan tersebut dan meminta ganti rugi.

Prakteknya, pada tahun 2017, Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengeluarkan Putusan Nomor 54/Pdt.G/2017/PN. Saya mendapatkannya. Tim berpendapat bahwa klausul non-bersaing dalam hubungan kerja adalah sah dan dapat dilaksanakan, dengan memutuskan bahwa pelanggaran yang dilakukan mantan karyawan terhadap klausul non-bersaing berdasarkan perjanjian kerahasiaan merupakan pelanggaran kontrak. Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan putusan ini pada tahun 2018, dan selanjutnya Mahkamah Agung RI menguatkan putusan tersebut pada tahun 2019 juga. Keputusan Mahkamah Agung ini akan menjadi preseden bagi undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia dan mungkin mengakhiri perdebatan panjang mengenai keberlakuan klausul non-persaingan.

Setelah meninjau putusan tersebut, kami ingin menyoroti pertimbangan-pertimbangan utama berikut yang menjadi dasar keputusan pengadilan:

  • KeadilanPersyaratan non-kompetisi harus adil dan masuk akal. Artinya penerapan klausul tersebut harus dibatasi sejauh yang diperlukan untuk memperoleh perlindungan tergantung pada tujuan perusahaan. Misalnya, karyawan pada posisi tertentu yang memiliki akses terhadap informasi rahasia perusahaan mereka mungkin ditempatkan di bawah pembatasan yang lebih ketat dibandingkan karyawan pada posisi yang lebih umum yang mungkin tidak memiliki atau kurang akses terhadap informasi rahasia atau strategis perusahaan mereka.
  • Terbatasnya waktu dan ruang lingkupBatasan waktu dan ruang lingkup klausul non-bersaing harus jelas, terikat waktu, wajar dan tidak berlebihan.
  • Investasi yang dilakukan perusahaan pada karyawannya: Perusahaan seringkali merekrut karyawannya untuk mengikuti kursus singkat atau seminar, sebagai cara bagi karyawan untuk berkontribusi terhadap pengembangan informasi dan strategi pasar perusahaan, yang biayanya tentu saja ditanggung oleh perusahaan. Oleh karena itu, suatu perusahaan dapat berargumen bahwa klausul non-bersaingnya adalah wajar, dan jika klausul ini dilanggar, maka perusahaan berhak mendapatkan ganti rugi dari karyawan atas kerugian yang ditimbulkan oleh karyawan tersebut. Paling tidak, tugas seperti di atas dapat digunakan untuk membuktikan bahwa seorang karyawan benar-benar mempunyai akses terhadap informasi pasar strategis dan milik perusahaan.
  • Kerusakan yang ditimbulkan: Pengadilan di Indonesia mengharuskan penggugat untuk mendukung klaim mereka atas kerugian moneter dengan perhitungan yang rinci dan konkrit mengenai kerugian yang sebenarnya yang disebabkan oleh pelanggaran klausul non-bersaing oleh mantan karyawan, yang seringkali, jika tidak selalu, menantang dan tidak langsung karena sering kali tidak dapat dihitung Nilai pasti dari informasi rahasia yang diungkapkan atau disalahgunakan. Selain itu, informasi pendapatan perusahaan swasta Indonesia (seperti perusahaan publik) tidak dipublikasikan. Oleh karena itu, pencantuman ganti rugi yang dilikuidasi dalam perjanjian kerja sangatlah penting agar dapat memberikan dasar hukum bagi penggugat untuk menuntut ganti rugi.
READ  EGA menyelesaikan ekspansi smelter Al Taweelah untuk meningkatkan kapasitas produksi

Meskipun demikian, perlu diingat bahwa sistem hukum Indonesia tidak mendukung hal ini Sebelumnya disetujui Doktrin dan pengadilan tidak harus mengikuti preseden. Oleh karena itu, pandangan pengadilan Indonesia dalam setiap kasus bersifat diskresi, dan hakim Indonesia tidak diwajibkan untuk mengikuti putusan di atas dalam kasus serupa.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

"Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert."