KabarTotabuan.com

Memperbarui berita utama dari sumber Indonesia dan global

Materi gelap tidak ada dan alam semesta berumur 27 miliar tahun • Earth.com
science

Materi gelap tidak ada dan alam semesta berumur 27 miliar tahun • Earth.com

Struktur alam semesta, seperti yang kita pahami saat ini, terdiri dari tiga komponen dasar: “materi biasa”, “energi gelap”, dan “materi gelap”. Namun, penelitian baru membalikkan model yang sudah mapan ini.

Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh Universitas Ottawa Hal ini memberikan bukti kuat yang menantang model alam semesta tradisional, yang menunjukkan bahwa mungkin tidak ada ruang bagi materi gelap di dalamnya.

Inti dari model CCC+TL yang baru

Materi gelap, istilah yang digunakan dalam kosmologi, mengacu pada materi yang sulit dipahami yang tidak berinteraksi dengan cahaya atau medan elektromagnetik dan hanya dapat diidentifikasi melalui efek gravitasi.

Meskipun bersifat misterius, materi gelap telah menjadi elemen kunci dalam menjelaskan perilaku galaksi, bintang, dan planet.

Inti dari penelitian ini terletak… Rajendra Gupta, Profesor Fisika Terhormat di Fakultas Sains. Pendekatan inovatif Gupta melibatkan pengintegrasian dua model teoretis: konstanta penggandengan variabel (CCC) dan “cahaya lelah” (lira Turki), yang dikenal sebagai model CCC+TL.

Model ini mengeksplorasi gagasan bahwa kekuatan alam berkurang seiring berjalannya waktu kosmik dan bahwa cahaya kehilangan energinya dalam jarak yang sangat jauh.

Teori ini telah teruji secara menyeluruh dan konsisten dengan berbagai pengamatan astronomi, termasuk sebaran galaksi dan evolusi cahaya dari alam semesta awal.

Konsekuensi dari alam semesta tanpa materi gelap

Penemuan ini menantang pemahaman tradisional bahwa materi gelap membentuk sekitar 27% alam semesta, materi biasa hanya berjumlah kurang dari 5% dan sisanya adalah energi gelap, sekaligus mendefinisikan ulang pandangan kita tentang usia dan perluasan alam semesta.

“Hasil penelitian ini mengkonfirmasi penelitian kami sebelumnya, yang menunjukkan bahwa alam semesta berusia 26,7 miliar tahun, yang meniadakan perlunya materi gelap,” jelas Gupta.

Dia melanjutkan: “Bertentangan dengan teori kosmologi standar yang mengaitkan percepatan perluasan alam semesta dengan energi gelap, temuan kami menunjukkan bahwa perluasan ini disebabkan oleh lemahnya kekuatan alam, bukan energi gelap.”

Ilmu di balik penemuan Gupta

Bagian integral dari penelitian Gupta mencakup analisis “Pergeseran merah“, sebuah fenomena di mana cahaya bergeser ke arah bagian merah dari spektrum.

Dengan memeriksa data distribusi galaksi pada pergeseran merah rendah dan ukuran sudut cakrawala akustik pada pergeseran merah tinggi, Gupta menyajikan argumen kuat yang menentang keberadaan materi gelap, namun tetap konsisten dengan pengamatan kosmologis utama.

“Ada banyak makalah yang mempertanyakan keberadaan materi gelap, namun makalah saya adalah yang pertama, sepengetahuan saya, yang mengesampingkan keberadaan kosmologisnya sekaligus konsisten dengan pengamatan kosmologis utama yang telah berhasil kami konfirmasi,” Gupta menyimpulkan dengan percaya diri. .

READ  Keseimbangan kimia otak adalah kunci kecemasan pada remaja putri

Implikasi dan arah masa depan

Singkatnya, penelitian inovatif Rajendra Gupta secara mendasar menantang model kosmologis yang berlaku dengan mengusulkan alam semesta tanpa memerlukan materi gelap.

Dengan menggabungkan konstanta penggandeng variabel dan teori cahaya yang membosankan, Gupta tidak hanya menantang pemahaman konvensional tentang struktur kosmik tetapi juga menawarkan perspektif baru tentang perluasan dan usia alam semesta.

Studi penting ini menyerukan komunitas ilmiah untuk mempertimbangkan kembali kepercayaan lama tentang materi gelap dan menawarkan cara-cara baru yang menarik untuk memahami kekuatan dan sifat fundamental alam semesta.

Melalui analisis yang cermat dan pendekatan yang berani, karya Gupta mewakili langkah maju yang penting dalam upaya kita mengungkap misteri alam semesta.

Lebih lanjut tentang materi gelap

Sebagaimana dibahas di atas, materi gelap tetap menjadi salah satu aspek paling misterius di alam semesta kita. Meskipun tidak terlihat dan tidak memancarkan, menyerap, atau memantulkan cahaya, materi gelap memainkan peran penting di alam semesta.

Banyak ilmuwan, meskipun bukan Rajendra Gupta, yang menyimpulkan keberadaannya berdasarkan efek gravitasi yang ditimbulkannya terhadap materi tampak, radiasi, dan struktur skala besar alam semesta.

Dasar teori materi gelap

Teori materi gelap muncul dari perbedaan antara massa objek astronomi besar yang diamati dan massanya yang dihitung berdasarkan efek gravitasinya.

Pada tahun 1930-an, astronom Fritz Zwicky termasuk orang pertama yang menyatakan bahwa materi tak kasat mata dapat menjelaskan “hilangnya” massa di alam semesta. Kelompok koma Dari galaksi.

Sejak saat itu, bukti-bukti terus bertambah, termasuk kurva rotasi galaksi yang menunjukkan adanya massa yang jauh lebih besar daripada yang dapat dijelaskan hanya dengan materi tampak.

peranannya di alam semesta

Materi gelap diperkirakan membentuk sekitar 27% total massa dan energi alam semesta. Berbeda dengan materi biasa, materi gelap tidak berinteraksi dengan gaya elektromagnetik, artinya materi gelap tidak menyerap, memantulkan, atau memancarkan cahaya, sehingga sangat sulit untuk dideteksi secara langsung.

Keberadaannya disimpulkan dari pengaruh gravitasi pada materi tampak, pembengkokan cahaya (pelensaan gravitasi), dan pengaruhnya terhadap radiasi latar gelombang mikro kosmik.

Para ilmuwan telah mengembangkan beberapa cara inovatif untuk mendeteksi materi gelap secara tidak langsung. Eksperimen seperti yang dilakukan dengan detektor partikel bawah tanah dan teleskop luar angkasa bertujuan untuk mengamati produk sampingan dari interaksi atau pemusnahan materi gelap.

READ  Sinyal luar angkasa misterius yang belum pernah dilihat sebelumnya telah ditemukan di luar Bima Sakti

Penumbuk Hadron Besar (LHC) di CERN juga mencari tanda-tanda partikel materi gelap dalam tumbukan partikel berenergi tinggi. Meskipun ada upaya-upaya ini, materi gelap belum terdeteksi secara langsung, menjadikannya salah satu tantangan paling penting dalam fisika modern.

Masa depan penelitian materi gelap

Pencarian untuk memahami materi gelap terus mendorong kemajuan dalam astrofisika dan fisika partikel. Pengamatan dan eksperimen di masa depan mungkin akan mengungkap sifat materi gelap dan mengungkap misteri kosmik ini.

Seiring kemajuan teknologi, harapannya adalah untuk mendeteksi partikel materi gelap secara langsung atau menemukan bukti baru yang dapat mengkonfirmasi atau menantang teori kita saat ini tentang pembentukan alam semesta.

Pada intinya, teori materi gelap menggarisbawahi upaya kita untuk memahami komponen alam semesta yang luas dan tak terlihat. Solusi mereka berpotensi merevolusi pemahaman kita tentang alam semesta, mulai dari partikel terkecil hingga struktur terbesar di alam semesta.

Lebih lanjut tentang model CCC+TL

Seperti disebutkan di atas sebagai elemen kunci penelitian Gupta, dua konsep menarik, konstanta penggandengan variabel (CCC) dan model “cahaya lelah” (TL), telah menarik imajinasi para ilmuwan dan astronom. Baru-baru ini, kedua teori ini telah digabungkan menjadi kerangka baru yang dikenal sebagai model CCC+TL.

Fondasi CCC+TL

Konstanta kopling variabel (CCC)

Teori invarian penggandengan variabel berpendapat bahwa konstanta fundamental alam, yang menentukan intensitas gaya antar partikel, tidak konstan tetapi bervariasi di seluruh alam semesta.

Perbedaan ini dapat berdampak besar pada hukum fisika yang kita kenal, mulai dari struktur atom hingga perilaku galaksi.

Model “Lampu Lelah” (TL).

Di sisi lain, model “cahaya lelah” memberikan penjelasan radikal atas pergeseran merah yang diamati pada cahaya dari galaksi jauh.

Alih-alih mengaitkan pergeseran merah ini dengan perluasan alam semesta, seperti yang dilakukan teori Big Bang, model TL mengusulkan bahwa cahaya kehilangan energi – dan dengan demikian condong ke arah ujung merah spektrum – saat bergerak melalui ruang angkasa.

Hilangnya energi ini dapat disebabkan oleh interaksi dengan partikel atau medan, sehingga menyebabkan cahaya “kelelahan” dalam jarak yang sangat jauh.

Gabungkan CCC dan TL

Model CCC+TL mewakili upaya ambisius untuk mengintegrasikan kedua teori ini ke dalam kerangka kerja yang koheren. Dengan melakukan hal ini, penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan baru mengenai perilaku alam semesta dalam skala besar dan rentang waktu yang sangat lama.

READ  Suara luar angkasa: Jingle, cabut dan dengung

Implikasinya bagi kosmologi

Menggabungkan CCC dan TL ke dalam satu model mempunyai implikasi luas bagi kosmologi. Hal ini menantang pemahaman tradisional tentang ekspansi kosmik dan keteguhan hukum fisika di seluruh alam semesta.

Jika model CCC+TL benar, hal ini dapat menyebabkan perubahan paradigma dalam cara kita menjelaskan fenomena kosmik, dari radiasi latar gelombang mikro kosmik hingga pembentukan dan evolusi galaksi.

Potensi tantangan dan kritik

Seperti halnya teori terobosan lainnya, model CCC+TL menghadapi skeptisisme dan tantangan dari komunitas ilmiah. Kritikus berpendapat bahwa terdapat bukti kuat yang mendukung keteguhan konstanta fisik dan perluasan alam semesta menurut model Big Bang.

Selain itu, model CCC+TL harus menghadapi kurangnya bukti pengamatan langsung untuk perubahan konstanta kopling atau mekanisme yang mendasari “cahaya lelah”.

Prospek masa depan dan penelitian tentang CCC+TL

Terlepas dari tantangan-tantangan ini, model CCC+TL membuka jalan baru untuk penelitian dan eksplorasi. Para ilmuwan sedang mempelajari landasan teori model, selain merancang eksperimen dan observasi untuk menguji prediksinya.

Cari bukti

Fokus utamanya adalah mengidentifikasi bukti eksperimental yang dapat mendukung atau menyangkal konstanta variabel dan mekanisme kehilangan energi yang diusulkan oleh model tersebut.

Hal ini mencakup pengukuran akurat latar belakang gelombang mikro kosmik, studi supernova jauh, dan pencarian perbedaan konstanta fundamental di berbagai wilayah di alam semesta.

Peran teknologi maju dalam CCC+TL

Kemajuan teknologi, khususnya teleskop dan detektor, memainkan peran penting dalam pengujian model CCC+TL.

Instrumen-instrumen ini memungkinkan para astronom mengamati alam semesta dengan detail dan sensitivitas yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga berpotensi mengungkap fenomena yang dapat mendukung atau menantang model tersebut.

Singkatnya, model CCC+TL mewakili persilangan antara dua teori yang tidak konvensional, dan memberikan perspektif baru tentang cara kerja alam semesta.

Meskipun menghadapi tantangan yang signifikan, eksplorasinya merupakan bukti sifat penelitian kosmologis yang dinamis dan terus berkembang.

Seiring dengan peningkatan alat dan pemahaman kita, pemahaman kita tentang rahasia alam semesta yang lebih dalam juga akan meningkat, mungkin dengan model CCC+TL yang menunjukkan jalannya.

Studi lengkapnya dipublikasikan di Jurnal Astrofisika.

—–

Suka dengan apa yang saya baca? Berlangganan buletin kami untuk mendapatkan artikel menarik, konten eksklusif, dan pembaruan terkini.

Kunjungi kami di EarthSnap, aplikasi gratis yang dipersembahkan oleh Eric Ralls dan Earth.com.

—–

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

"Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert."