Jakarta, ibu kota Indonesia yang ramai, terkenal dengan budaya dan peluang ekonominya yang dinamis. Namun, ada kabut asap di atas energi dan semangat. Ibu kota Indonesia baru-baru ini menduduki peringkat teratas sebagai kota paling berpolusi di dunia dan secara konsisten berada di peringkat 10 kota paling berpolusi di seluruh dunia sejak bulan Mei. IQAir. Di tengah mal, kawasan kumuh, dan gedung pencakar langit yang berkilauan, lebih dari 10 juta orang menghirup udara yang tercemar setiap hari.
Presiden Joko Widodo mengatakan salah satu solusinya adalah pembangunan ibu kota baru, Nusantara, yang saat ini sedang dikembangkan di daerah terpencil di Kalimantan, di mana 16.000 pegawai negeri sipil, militer, dan polisi akan direlokasi. Alasan pemindahan ibu kota antara lain adalah tenggelamnya Jakarta secara bertahap ke laut, serta kemacetan lalu lintas dan polusi yang dihadapi ibu kota. Wajah Modal? Dan masih ada rencana lain Sanksi bagi pengendaraSeperti yang digariskan para pejabat Jakarta, jawabannya?
Narapidana Asap
Bagi siapa pun yang tinggal di Jakarta, kemacetan yang menyumbat arteri kota selalu menjadi gangguan. Seiring dengan semakin kaya dan urbannya Jakarta, semakin banyak mobil dan sepeda motor yang melintas di jalan-jalan kota dan pinggiran kota sekitarnya setiap tahunnya dan emisi kendaraan merupakan salah satu penyumbang utama polusi udara di Jakarta. Hal ini menyebabkan sejumlah besar karbon monoksida dan gas beracun lainnya terlepas ke atmosfer, sehingga aktivitas jogging, bersepeda, atau berjalan kaki di kawasan padat penduduk di Jakarta merupakan hal yang tidak boleh dilakukan. Meskipun demikian, bukti menunjukkan bahwa polusi kendaraan hanyalah salah satu faktor dan fokus pada pengendara dibandingkan faktor lainnya tidak mampu mengatasi masalah yang lebih luas.
Kawasan industri di sekitar Jakarta mengeluarkan sejumlah besar polutan seperti sulfur dioksida dan racun polusi lainnya, dan sejauh ini tidak termasuk dalam kategori polusi, kecuali pajak karbon. Pabrik-pabrik yang berada di dalam atau dekat daerah perkotaan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap polusi. Jakarta masih menggunakan batu bara, bahan bakar fosil yang paling menimbulkan polusi. Pengendalian dan pemantauan emisi yang tidak memadai menyebabkan polutan industri terakumulasi dan semakin memperburuk kualitas udara.
Kegiatan konstruksi dan pembangunan perkotaan menghasilkan debu dan polutan. Praktik konstruksi yang tidak terkendali seringkali hanya melibatkan sedikit pengendalian debu. Gedung pencakar langit besar dan blok menara baru yang sedang dibangun seiring dengan naiknya status ekonomi Indonesia ke tingkat global tidak memiliki perencanaan yang jelas terkait dengan peraturan yang ada untuk mengurangi dampak lingkungan dan polusi debu.
Persoalan lain yang sering disebut-sebut sebagai permasalahan besar masyarakat Indonesia dalam konteks perubahan iklim adalah deforestasi. Hutan hujan paru-paru Indonesia, Kalimantan dan Sumatra, mengalami pengikisan pada tingkat yang mengkhawatirkan, sehingga memperburuk dampak perubahan iklim dan menyebabkan musim yang lebih panas dan kering. Bukan pintunya sendiri. Kebakaran hutan di Indonesia telah meningkatkan kabut asap di Jakarta pada masa lalu. Selain itu, pesatnya perluasan kota dan pembangunan ruang hijau serta hutan telah mengurangi kapasitas alami wilayah tersebut dalam menyerap polutan.
Solusi terukur
Mempromosikan transportasi berkelanjutan adalah hal pertama yang bisa membuat Jakarta maju pesat jika ada kemauan. Perlu dicatat bahwa negara tetangga Jakarta, Kuala Lumpur dan Singapura, sudah puluhan tahun lebih maju dalam menyediakan transportasi umum yang lebih baik bagi warganya. MRT Jakarta, yang baru saja selesai dibangun di beberapa bagian ibu kota, tidak mencakup seluruh kota, sementara Singapura telah membangun salah satu sistem transportasi umum terbaik di dunia dengan MRT-nya, yang menunjukkan bahwa hal tersebut dapat dilakukan.
Memperluas dan meningkatkan sistem transportasi umum seperti bus, trem, dan kereta komuter akan mendorong warga untuk meninggalkan mobilnya di rumah. Saat ini, pembangunan LRT dan MRT tidak cukup memotivasi masyarakat Jakarta untuk memisahkan kendaraan mereka dan, seperti yang telah dibahas, hanya mencakup wilayah terbatas di kota, sehingga menyebabkan kesenjangan besar dalam kebutuhan transportasi umum. Layanan bus, meskipun sudah membaik dibandingkan satu dekade lalu, masih terbatas. Ini adalah dasar-dasar transportasi umum dan setiap perjalanan ke kota di Eropa akan membuktikan betapa pentingnya hubungan yang mereka berikan kepada warga yang tidak ingin atau tidak bisa menggunakan kendaraan.
Meskipun letaknya jauh dari Jakarta, namun peningkatan infrastruktur pejalan kaki dan bersepeda, seperti jalur sepeda dan jalan ramah pejalan kaki, dapat mengurangi jumlah kendaraan di jalan tersebut. Namun, sebelum orang bisa keluar dari mobil ber-AC, hal-hal mendasar perlu diperbaiki.
Selain perbaikan lalu lintas, diperlukan lebih banyak upaya untuk beralih ke perencanaan kota dan ruang hijau. Melaksanakan proyek reboisasi dan penghijauan di dalam kota untuk meningkatkan ruang hijau dan mengurangi tingkat polusi adalah sebuah langkah kecil yang akan membantu menandai perubahan sikap terhadap hamparan beton abu-abu yang telah menjadi kota. Bersamaan dengan ini, mengintegrasikan praktik bangunan ramah lingkungan ke dalam pembangunan perkotaan untuk mengurangi polusi harus menjadi prioritas bagi pemerintah kota.
Yang terakhir, alih-alih memberikan sanksi kepada pengendara dan menerapkan peraturan yang dapat diabaikan atau dihindari, mereka justru menawarkan insentif dan subsidi kepada dunia usaha dan rumah tangga untuk menerapkan teknologi yang lebih ramah lingkungan, praktik hemat energi, dan kebiasaan yang tidak menimbulkan polusi. Insentif bekerja lebih baik daripada hukuman dalam mengubah perilaku. Misalnya, salah satu hal yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan memberikan insentif untuk menghindari pembakaran sampah, seperti memberikan lebih banyak bantuan dalam pembuangan sampah.
Belajar dari keberhasilan negara-negara lain dalam memerangi polusi harus menjadi agenda. Beijing, misalnya, menghadapi masalah polusi serupa dengan Jakarta, namun kualitas udara telah membaik dengan tindakan keras terhadap pabrik-pabrik, memperketat pengendalian tingkat polusi, dan merelokasi fasilitas industri ke luar kota.
Kesimpulannya, polusi udara di Jakarta merupakan masalah mendesak yang mengancam kesehatan dan kesejahteraan penduduknya. Mengatasi masalah ini memerlukan pendekatan multi-cabang yang mengintegrasikan langkah-langkah peraturan, perencanaan kota berkelanjutan, dan keterlibatan masyarakat. Dengan mengambil langkah nyata untuk mengurangi emisi kendaraan, mendorong energi bersih, dan mengembangkan ruang hijau, Jakarta dapat mengambil langkah signifikan untuk menjernihkan langit dan menyediakan lingkungan yang sehat dan layak huni bagi warganya. Kini saatnya mengatasi polusi udara di Jakarta demi kepentingan generasi sekarang dan mendatang.
“Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert.”