Pemilihan presiden Indonesia semakin menarik setelah ketiga calon presiden dan wakil presiden resmi terdaftar di KPU. Ketiganya mempunyai visi dan agenda yang ingin dilaksanakan di berbagai bidang. Sektor energi selalu menjadi isu strategis mengingat peranannya yang vital dalam berbagai aspek kegiatan perekonomian. Ketiga calon presiden tersebut mengangkat isu strategis yang sama: ketahanan energi dan pengembangan energi terbarukan dalam transisi energi.
Keamanan energi adalah isu yang sering dibicarakan setelah krisis energi global dan kenaikan harga energi. Geopolitik dan perubahan iklim ekstrem merupakan faktor yang akan mengganggu sistem energi dan berdampak pada industri energi dan sektor keuangan global. Perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung berpotensi meningkatkan ketegangan geopolitik dan dikhawatirkan akan kembali memicu krisis energi global.
Krisis energi global tentunya berdampak pada perekonomian Indonesia. Sebagai importir minyak mentah, BBM, dan LPG, kenaikan harga minyak mentah telah menambah beban subsidi dan kompensasi APBN.
Negara dengan ketahanan energi yang kuat akan mempunyai kemampuan untuk mengatasi berbagai gangguan dan tantangan yang mempengaruhi sektor energinya. Ketahanan energi mengacu pada jaminan ketersediaan energi yang terjangkau dalam jangka panjang dan tetap menitikberatkan pada perlindungan lingkungan hidup, yang diukur melalui 4 aspek berikut: terjaminnya ketersediaan, penerimaan masyarakat (acceptance), keterjangkauan. dan Akses Terjamin (Access). Dewan Energi Nasional (DEN) indeks ketahanan energi Indonesia saat ini berada pada angka 6,61 yang berarti masuk dalam kategori “aman”. Indonesia masih mengimpor minyak mentah, bahan bakar, dan LPG dan belum bisa masuk dalam kategori “paling berkelanjutan”.
Sekelompok transisi energi
Presiden terpilih akan menghadapi tantangan sektor energi yang paling kompleks. Ada ketidakseimbangan kronis antara permintaan dan pasokan produk energi. Meski tren lifting minyak menurun hingga 660 ribu barel per hari, namun konsumsi BBM saat ini berada di angka 1,4 juta barel per hari. Kelangkaan pasokan minyak bumi, BBM, dan LPG yang terus meningkat menyebabkan lonjakan impor dan semakin membebani devisa negara. Bauran energi primer pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara. Meskipun target bauran EBT mencapai 23% pada tahun 2025, namun realisasi bauran energi primer EBT sepanjang tahun 2022 sebesar 14,1%.
Minyak dan gas masih memainkan peran kompleks dalam transisi energi. Di satu sisi, minyak dan gas masih menjadi sumber energi utama untuk memenuhi kebutuhan energi. Di sisi lain, minyak dan gas memerlukan upaya pengurangan emisi karbon dan transisi ke sumber energi yang bersih dan berkelanjutan. Presiden mengepalai Dewan Energi Nasional, yang bertanggung jawab atas kebijakan energi nasional. Peran Presiden adalah menjadi konduktor yang efektif dalam mengatur orkestrasi sektor energi: memperkuat koordinasi antar berbagai pemangku kepentingan di sektor energi, memposisikan kembali sektor migas dalam agenda dekarbonisasi, dan mendorong peran strategis gas bumi. Melakukan transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Presiden diharapkan dapat menentukan pilihan portofolio EBT yang berdaya saing dan ekonomis yang akan diterapkan secara bertahap dengan mempertimbangkan efisiensi, daya saing, biaya, ketersediaan, dan keberlanjutan.
Setidaknya ada tiga prioritas kebijakan utama sektor energi yang memerlukan komitmen kepemimpinan nasional.
Pertama, revisi Kebijakan Energi Nasional dan revisi Rencana Umum Energi Nasional sejalan dengan visi Indonesia Emas yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 dan tujuan Net Zero Emission (NZE), serta upaya menyeimbangkan tiga faktor strategis yaitu transisi energi, ketahanan energi, dan diversifikasi energi. Prioritas lainnya adalah menyelesaikan amandemen UU Migas dan penyusunan UU Energi Baru dan Energi Terbarukan. Amandemen UU Migas merupakan langkah penting untuk mengakomodasi perubahan dinamika industri migas, menjadikan regulasi menjadi lebih efisien dan menjamin pengelolaan sumber daya energi yang efektif dan berkelanjutan, menjadikan regulasi menjadi lebih efisien dan menjamin pengelolaan sumber daya energi yang efektif dan berkelanjutan. sumber daya energi. UU EBTKE memberikan kepastian dan landasan hukum bagi pengembangan energi terbarukan dan berbagai subproyek, mendorong iklim investasi yang kondusif, menciptakan industri hijau, dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Kedua, sebuah inovasi kebijakan yang dapat menarik investasi dan pembiayaan di sektor energi. Komitmen Indonesia untuk mencapai target NZE memerlukan investasi dan biaya yang relatif besar, yaitu sebesar US$1 triliun pada tahun 2060. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menargetkan proyek transisi energi yang didanai oleh Kemitraan Transisi Energi yang Berkeadilan (JETP). Tahun ini berakhir pada tahun 2023. Kemitraan JETP merupakan inisiatif pembiayaan transisi energi senilai USD 20 miliar atau sekitar Rp. Perjanjian senilai 300 triliun antara Indonesia dan negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG).
KetigaPengembangan industri rendah karbon sebagai upaya mewujudkan agenda energi bersih sekaligus menciptakan ekosistem industri energi baru dan terbarukan.
Kepemimpinan nasional yang memiliki komitmen kuat untuk mendukung berbagai agenda percepatan transisi energi sangat dibutuhkan. Hal ini termasuk mengawasi proyek-proyek energi jangka panjang berdasarkan peta jalan kebijakan yang beradaptasi dengan dinamika energi global dan menciptakan investasi energi ramah lingkungan.