KabarTotabuan.com

Memperbarui berita utama dari sumber Indonesia dan global

Top News

Fenomena politik ‘tong babi’ di Indonesia

RBelakangan ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan film tersebut suara kotor, sebuah mahakarya yang memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang kecurangan pemilu Indonesia 2024. Film ini membahas politik ‘babi barel’ pemerintah dalam penyaluran bantuan sosial.

Istilah “politik tong babi” pertama kali muncul Bonus tagihan. Pada tahun 1817, Wakil Presiden AS John C. Calhoun mengusulkan rancangan undang-undang yang menggunakan dana dari keuntungan bonus Second Bank of America untuk membiayai pembangunan jalan raya yang menghubungkan Timur dan Selatan ke Amerika Barat.

Politik ‘tong babi’ adalah praktik penggunaan dana publik untuk memberi manfaat bagi pemilih tertentu untuk tujuan partisan, seperti mengalokasikan anggaran publik untuk meningkatkan dukungan politik di daerah pemilihan tertentu. Praktik politik tong babi tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara-negara di dunia, salah satunya Amerika Serikat.

Praktik Politik Drum Babi di Indonesia

Praktik politik tong babi bukanlah hal baru dalam sejarah politik Indonesia. Sejak masa Orde Baru, praktik ini meluas untuk mendapatkan cengkeraman kekuasaan. Saat itu, bantuan sosial kerap dijadikan alat untuk mempertemukan masyarakat demi kepentingan politik penguasa. Memang benar, di era Orde Baru, bentuk politiknya sangat terintegrasi. Di era reformasi, praktik politik kotor tersebut diyakini bisa diberantas. Namun kenyataannya, politik tong babi tetap berjalan meski dengan metode yang berbeda.

Praktik politik tong babi di Indonesia seringkali menerapkan kebijakan populis yang bertujuan untuk pencitraan tanpa melihat manfaatnya, sehingga tidak efektif dan hanya membuang-buang anggaran. Padahal, kebijakan populis sangat disukai masyarakat Indonesia. Para elit politik juga sangat tertarik dengan hal-hal seperti itu Rakyat.

Terbaru, anggaran tersebut dialokasikan untuk penyaluran bansos di masa pandemi Covid-19 hilang kemarin Anggarannya mendekati pemilu 2024. Sungguh menyedihkan tindakan pemerintah yang tidak bertanggung jawab dan mengutamakan kepentingan politik di atas kesejahteraan rakyat.

Kantong yang digunakan untuk mengemas bantuan sosial – dana dari masyarakat – bertuliskan “Bantuan Presiden”. Hal ini menunjukkan bansos berasal dari uang Presiden. Tentu saja banyak pihak yang menuding pemerintah mempolitisasi bantuan sosial dan bantuan langsung tunai (BLT).

READ  KBRI Khartoum mendukung wisuda mahasiswa Indonesia di Sudan

Tak hanya Presiden, banyak Menteri yang nampaknya “menjual” Bansos dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Konten propaganda politik. Saat kampanye, seorang menteri secara terbuka menyatakan bahwa bantuan sosial – yang berasal dari uang rakyat – berasal dari presiden (secara pribadi).

Kemunduran kebijakan pemerintah dalam menyalurkan bantuan langsung tunai dan bantuan sosial kepada masyarakat seringkali dikritik karena tidak mencapai target. Tentu saja rentan karena hanya bisa dijadikan “alat” untuk kepentingan politik elektoral – bukan untuk menyelesaikan masalah.

Praktik politik tong babi di Indonesia, sebagaimana diuraikan sebelumnya, menunjukkan adanya kecenderungan penggunaan sumber daya publik seperti program bantuan sosial untuk kepentingan politik tertentu. Hal ini sering kali berkaitan dengan politik tong babi.

Dengan melihat kasus-kasus di mana dana bantuan sosial digunakan sebagai alat branding politik, khususnya dalam konteks kampanye pemilu, praktik ini dapat disamakan dengan politik tong babi. Misalnya, ketika bantuan sosial digunakan sebagai “bantuan presiden” atau sebagai alat untuk memperkuat citra politik seorang presiden atau menteri tertentu, maka hal tersebut mencerminkan penggunaan dana publik untuk kepentingan politik hanya untuk dirinya atau kelompoknya.

Hal ini tidak hanya terjadi pada pemerintahan saja, lembaga legislatif juga menggunakan politik tong babi untuk melindungi kepentingan politik elektoralnya. Legislator di Indonesia juga ingin berbagi dengan masyarakat Membantu– Terutama menjelang pemilu.

Kurangnya etika politik pemerintah Indonesia adalah akar dari meluasnya praktik politik tong babi. Korupsi dan sikap pemimpin yang haus kekuasaan melemahkan rasa tanggung jawab mereka terhadap rakyat.

Kurangnya etika politik pemerintah Indonesia

Seringkali, kebijakan dan tindakan pemerintah didorong oleh kepentingan politik pribadi atau kelompok dibandingkan kepentingan masyarakat yang lebih luas. Sungguh menyedihkan melihat pejabat publik yang seharusnya mengedepankan etika dalam politiknya namun justru mengabaikannya.

READ  Bisakah Pemimpin Muslim Indonesia Membantu Memerangi Perubahan Iklim?

Tentu saja politik tong babi ini sangat merusak etika dan moral pemerintahan. Praktek ini mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan dan penggunaan dana publik untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Politik tong babi juga sering dimanipulasi oleh elit politik untuk menggambarkan diri mereka sebagai pemimpin yang adil demi keuntungan politik mereka.

Hal ini bertentangan dengan prinsip etika pemerintah yang mengedepankan integritas, transparansi, dan pelayanan kepada masyarakat. Politik tong babi seringkali diwarnai dengan penggunaan uang negara untuk kepentingan politik pribadi atau kelompok dibandingkan untuk kepentingan rakyat. Etika dan moral harus menjadi landasan bagi pemimpin dan pejabat publik dalam melaksanakan tugasnya.

Mereka harus jujur, sederhana, tidak sombong dan jauh dari kemunafikan. Kebohongan publik, manipulasi, dan tindakan tercela lainnya harus dihindari. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral, para pemimpin dan pejabat publik dapat menjauhkan diri dari politik babi dan memperkuat etika dan moralitas pemerintah.

Selain itu, tidak adanya hukuman yang berat dan efektif bagi mereka yang melanggar norma-norma politik menunjukkan bahwa praktik politik yang dilakukan tanpa konsekuensi yang berat. Oleh karena itu, oknum politisi enggan melanjutkan praktik yang merugikan masyarakat.

Kurangnya komitmen untuk memperbaiki sistem politik dan memberantas korupsi memperburuk situasi. Tanpa upaya serius untuk memperkuat lembaga antikorupsi dan meningkatkan transparansi pemerintahan, politik tong babi akan terus ada dan merugikan masyarakat.

Upaya mengatasi politik tong babi di Indonesia

Upaya memerangi praktik politik tong babi di Indonesia memerlukan kolaborasi lintas sektoral yang komprehensif dan terintegrasi. Langkah konkrit yang bisa dilakukan, antara lain memperkuat sistem pengawasan lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau penggunaan dana publik dan melakukan investigasi terhadap dugaan praktik politik pig barel. Selain itu, transparansi pengelolaan anggaran publik dan penyaluran bantuan sosial juga perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat lebih memantau penggunaannya.

READ  Indonesia butuh dana Rp6.500 triliun untuk membangun infrastruktur

Pendidikan politik yang inklusif dan komprehensif diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap politik yang sehat dan beretika serta pentingnya memilih pemimpin yang berintegritas. Selain itu, penguatan etika pemerintahan dengan menetapkan norma-norma yang jelas dan menerapkan hukuman atas pelanggaran merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa para pemimpin dan pejabat publik melaksanakan tugasnya dengan integritas dan disiplin yang tinggi.

Partisipasi aktif masyarakat juga sangat penting dalam pengawasan kebijakan pemerintah. Dengan mengikuti kegiatan ini, masyarakat dapat menjadi agen perubahan yang efektif dalam memberantas politik tong babi. Reformasi sistem politik yang mendukung akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat juga diperlukan, termasuk dalam sistem pemilu dan pendanaan kampanye.

Penting juga untuk memberikan pencegahan yang konkrit dan efektif kepada aktor-aktor politik yang terlibat dalam praktik politik yang tidak bertanggung jawab. Hukuman berat juga dapat dijatuhkan kepada aktor politik yang berniat melakukan tindakan yang merugikan masyarakat. Dengan kerja sama yang luas dan berkelanjutan antara pemerintah, lembaga pengawas, masyarakat sipil, dan seluruh pemangku kepentingan, praktik politik ‘babi barel’ dapat diatasi dan masyarakat dapat mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.

Oleh karena itu, diperlukan reformasi politik yang komprehensif dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah ini. Untuk menciptakan lingkungan politik yang bersih dan sehat kita perlu menciptakan kesadaran di masyarakat sehingga kita dapat menciptakan hal-hal yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.

[Andylala Waluyo (VOA), via Wikimedia Commons]

Pandangan dan pendapat yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

"Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert."