KabarTotabuan.com

Memperbarui berita utama dari sumber Indonesia dan global

Observatorium tertua di Indonesia kehilangan kilau karena pariwisata membawa polusi cahaya
Top News

Observatorium tertua di Indonesia kehilangan kilau karena pariwisata membawa polusi cahaya

Pengamatan langit malam baru bisa dimulai setelah pukul 23.00, katanya, saat langit cerah. Meski begitu, para ilmuwan hanya dapat mengamati bintang dengan sudut lebih besar dari 30 derajat dari cakrawala. Jika ada teleskop yang mengarah ke bawah, benda langit tersebut sepenuhnya diterangi oleh cahaya sekitar dari kota Bandung terdekat dan kawasan resor sekitarnya.

Situasinya tampaknya semakin buruk.

Dalam makalahnya tahun 2018, Hendra Agus Prastio, mahasiswa S2 di Institut Teknologi Bandung, mengidentifikasi 195 km persegi, atau 15,5 persen dari total luas, pada tahun 2017 dalam radius 20 km dari laboratorium Bossa.

Berdasarkan citra satelit yang diambil antara 2013 dan 2017, tulis Prestheo, daerah yang paling tercemar meningkat dengan laju 13,7 kilometer persegi per tahun.

Wilayah dengan polusi cahaya tinggi adalah wilayah di mana langit terang benderang dan bintang-bintang redup atau sama sekali tidak terlihat.

Peningkatan polusi cahaya yang terus-menerus ini mengkhawatirkan Direktur Bosscha, Mdm Premati.

“Observatorium di Tokyo dan Paris sekarang menjadi museum, tidak menjalankan fungsinya,” katanya, seraya menambahkan bahwa komunitas ilmiah di Indonesia melakukan segala cara untuk mencegah Bosha mengalami nasib yang sama.

Kontribusi yang signifikan untuk bidang astronomi

Ketika Bosscha dibangun pada tahun 1920-an, situs tersebut adalah sebuah observatorium. Itu terletak di atas bukit 1.300 meter di atas permukaan laut dengan pemandangan 360 derajat yang hampir tanpa gangguan di sekitarnya.

Bosscha memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan observatorium lain yang lebih maju: kedekatannya dengan garis khatulistiwa memungkinkan para ilmuwan mengamati belahan bumi utara dan selatan secara bersamaan.

Fasilitas berusia seabad ini terletak di 6,8 derajat lintang selatan, lebih dekat ke ekuator daripada observatorium Mauna Kea Hawaii (19,8 derajat utara) atau observatorium Las Campanas Chili (29 derajat selatan), keduanya memiliki teleskop terbesar. Dan peralatan tercanggih di dunia.

READ  Rifki Sumbang Emas Kedua Indonesia Cecalicus Peka Rekor Asia de Asia Para Games 2022 Hangzhou

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

"Pemikir jahat. Sarjana musik. Komunikator yang ramah hipster. Penggila bacon. Penggemar internet amatir. Introvert."